Punya Ibu Tiri itu Ternyata Enak

Punya Ibu Tiri itu Ternyata EnakNamaku Kemal, lahir di kota Tegal 25 tahun yang lalu. Aku menyelesiakan kuliah di fakultras kedokteran 3,5 tahun yang lalu, dilanjutkan dengan praktek asisten dokter (koas) selama setahun dan kemudian mengikuti ujian profesi dokter. Kini aku sudah resmi menyandang gelar dokter di depan namaku dan sebagai tahap terakhir, aku kini sedang mengikuti praktek di puskemas di daerah terpencil sebagai bentuk pengabdian sebelum mendapatkan izin praktek umum. Aku dibesarkan di kota kelahiranku sampai SMU dan kemudian menjutkan kuliah di Jogja. 

Keluargaku sebenarnya bukan keluarga broken home, namun karena ayahku yang berpoligami jadi aku agak jarang berinteraksi dengan ayahku, lebih banyak dengan ibuku dan 2 orang adikku. Seperti kebanyakan orang sukses di kotaku, Ayah adalah seorang pengusaha warung makan yang lebih dikenal dengan sebutan Warteg. Sejak aku SMP, ayahku sudah punya 2 warteg di kota asalku, 4 di Jakarta dan 2 gerai di Jogja. Berbekal kesuksesan itulah Ayah yang dulu hanya beristrikan ibuku, mulai buka cabang di Jakarta dan Jogja. Alasannya sederhana: butuh tempat singgah waktu memantau jalannya usaha. Pada awalnya, aku sebagai anak sulung, menjadi anaknya yang menentang poligami Ayah. 

Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 3 SMU dan Ayah pertama kalinya berpoligami dengan menikahi seorang gadis yang usianya hanya terpaut 10 tahun dariku. Namun justru ibuku yang mendamaikan perselisihanku dengan Ayah dengan alasan klasik yaitu Ayah sudah berjanji untuk tetap membiayai hidup kami dan sebagai jaminannya, 2 warteg di Tegal secara penuh menjadi milik Ibu. Berbekal pendapatan dari usaha warteg itulah, aku bisa kuliah sampai menjadi dokter saat ini, dan tentu saja ibuku sangat bangga karena aku sebagai putra sulungnya berhasil mandiri dan menjadi contoh buat adik-adikku. Lalu bagaimana dengan perselisihanku dengan Ayah? Wah, sejak Ibu sudah memaklumi Ayah, aku pun sudah tidak pernah mengungkitnya lagi. Hubunganku dengan Ayah, bahkan dengan dua isteri muda Ayah baik-baik saja.

Bahkan Ayah menyempatkan diri hadir dalam wisudaku dulu. Isteri kedua ayah, yang berarti ibu tiriku, bernama Nurlela, tinggal di sebuah perumahan di daerah Bintaro. Dari hasil pernikahan dengan Mama Lela (begitu Ayah menyuruhku memanggilnya), Ayah dikaruniai 2 orang anak. Setelah 5 tahun menikah dengan Nurlela, Ayah kemudian “buka cabang” lagi di Jogja, kali ini dengan seorang janda beranak satu, bernama Windarti, yang kupanggil dengan Mama Winda, usianya bahkan hanya terpaut 6 tahun denganku. Sebagai seorang lelaki, aku harus jujur untuk mengacungkan jempol buat Ayah dalam memilih isteri muda. 

Kedua “gendukan”-nya, meskipun tidak terlalu cantik, namun punya kemiripan dalam hal body, yaitu “toge pasar”. Rupanya selera ayah mengikuti tren selera pria masa kini yang cenderung mencari “susu” yang montok dan goyangan pantat yang bahenol. Dari dua ibu tiriku itu, tentu saja aku lebih akrab dengan Mama Winda, karena selama aku kuliah di Jogja, setiap akhir bulan aku menyempatkan bermalam di rumahnya yang juga lebih sering ditinggali Ayah. Maklum Mama Winda adalah isteri termuda, meskipun berstatus janda. Bagiku sebenarnya sangat canggung memanggil Winda dengan sebutan Mama, jauh lebih cocok kalau aku memanggilnya Mbak Winda, karena usianya memang hanya lebih tua 6 tahun dariku. Wajahnya manis selayaknya orang Jogja, dan yang membuatku betah bermalam di rumahnya adalah “toge pasar” yang menjadi keunggulannya. Suatu saat, ketika aku masih kuliah. Seperti biasa, pada akhir pekan di minggu terakhir, aku membawa sepeda motorku dari kost menuju rumah Ayah dan Mama Winda.

Rupanya saat itu Ayah sedang “dinas” ke Jakarta, mengunjungi Mama Nurlela, sehingga hanya ada Mama Winda dan anaknya dari suami pertamanya yang berusia 5 tahun bernama Yoga. Seperti biasa pula, aku membawakan cokelat buat adik tiriku itu. Saat datang, aku disambut oleh Yoga, sementara ibunya ternyata sedang mandi. Karena belum tahu kalau aku datang, Mama Winda keluar kamar mandi dengan santainya hanya berbalut handuk yang hanya “aspel” – asal tempel. Melihat kehadiranku di ruang tengah, sontak Mama Winda kaget dan salah tingkah. “Eh… ada Mas Kemal..”, serunya sedikit menjerit dan melakukan gerakan yang salah sehingga handuknya melorot hingga perut sehingga payudaranya yang sebesar pepaya tumpah keluar. “Glek..”, aku menelan ludah dan menatap nanar pada ibu tiriku yang bertoket brutal itu. Sayang sekali pemandangan indah itu hanya berlangsung sebentar karena Mama Winda segera berlari ke kamar.

Dadaku berdegup kencang, birahiku langsung naik ke ubun-ubun. Ingin rasanya aku ikut berlari mengejar Mama Winda ke kamarnya, menubruknya dan meremas buah dada pepayanya. Sayang aku belum berani melakukannya. Aku hanya bisa “manyun” sambil bermain dengan adik tiriku sampai akhirnya sang ibu tiri keluar kamar. Tidak tangung-tanggung, dia membungkus tubuh montoknya yang baru saja kulihat toket brutalnya dengan pakaian muslim, lengkap dengan jilbabnya. Mama Winda sehari-harinya memang mengenakan jilbab. Birahiku langsung “watering down”… layu sebelum berkembang. Sebagai pelampiasan, pada saat mandi aku menyempatkan diri untuk masturbasi, kebetulan ada tumpukan pakaian dalam kotor milik Mama Winda di dalam ember. Awalnya aku mengambil bra warna hitam dengan tulisan ukuran 36BB yang mulai memudar. ‘Pantas besar seperti pepaya’ pikirku membayangkan dua buah dada besar milik Mama Winda yang sempat kulihat beberapa waktu lalu. Sambil membayangkan buah dada Mama Winda, aku mengambil celana dalam hitam Mama Winda dan menciuminya. 

Aroma khas vagina masih tertinggal di sana, mengantarkan masturbasiku dengan sabun mandi sampai akhirnya menyemprotkan sperma di dinding kamar mandi. Sesudah mandi aku menonton TV bersama Mama Winda dan adik tiriku. Kami mengobrol akrab sampai sekitar jam 8 adik tiriku minta ditemani mamanya untuk tidur. Sebelum menemani anaknya tidur, Mama Winda masuk kamarnya untuk bertukar pakaian tidur baru kemudian masuk kamar anaknya. Setelah anaknya tidur, Mama Winda keluar kamar dengan kostum tidurnya yang sama sekali berbeda dengan kostumnya tadi sore. Pakaian muslimnya yang tertutup berganti dengan gaun tidur warna putih yang meskipun tidak tipis tapi memperlihatkan bayangan lekuk tubuh montoknya, termasuk warna bra dan celana dalamnya yang berwarna ungu. Kontan birahiku langsung naik kembali.

“Wow… Mbak Winda cantik sekali”, pujiku tulus terhadap ibu tiriku yang memang tampak cantik dengan gaun tidur putih itu. Rambut panjangnya tergerai indah menghiasi wajah manisnya. “Huss… kalau Bapakmu tahu, bisa dimarahin kamu, panggil Mbak segala”, serunya agak ketus namun tetap ramah. “Bapak lagi ngelonin Mama Lela, mana mungkin dia marah”, pancingku. “Ih, apa sih hebatnya si Lela itu? Aku belum pernah ketemu”, sergah Mama Winda. Nadanya mulai agak tinggi. “Hmm… menurut saya sih… dan Bapak pernah cerita bahwa dia suka buah dada Mama Lela yang besar”, sadar pancinganku mengena, aku segera melanjutkannya. Padahal tentu saja aku berbohong kalau bapak pernah cerita, tapi kalau ukuran buah dada, mana kutahu dengan pasti. Yang kutahu buah dada Mama Lela memang besar. “Oh ya?… “, benar saja, emosi Mama Winda semakin meninggi.
Dadanya ditarik seakan ingin menunjukkan padaku bahwa buah dadanya juga besar. “Bapak kalau di rumah Mama Lela suka lupa diri, pernah mereka ML di dapur, padahal waktu itu ada saya”, cerita bohongku berlanjut,”mereka asyik doggy style dan tidak sadar kalau saya melihat mereka”. “Gila bener… pasti si Lela itu gatelan dan tidak tahu malu ya?”, sergah Mama Winda dengan emosi. “Apanya yang gatelan Mbak?”, tanyaku. “Ya memeknya…. “, karena emosi, Mama Winda sudah tidak peduli omongan jorok yang keluar dari mulutnya,”pasti sudah kendor tuh memeknya si Lela!” “Kalau punya Mbak pasti masih rapet ya?”, tantangku. “Pasti dong… saya kan baru punya anak satu”, kilahnya,”…dan saya kan sering senam kegel, Bapakmu gak akan kuat nahan sampai 5 menit, pasti KO”. “Ya lawannya udah tua…, pasti Mbak menang KO terus”, aku terus menyerang sambil menghampiri Mama Winda sehingga kami duduk berdekatan.

“Maksudmu apa Kemal?”, Mama Winda mulai mengendus hasratku. Matanya membalas tatapan birahiku pada dirinya. “Sekali-kali Mbak harus uji coba dengan anak muda doong”, jawabku enteng sambil tersenyum. “Welehh… makin berani kamu ya?…”, tangannya menepis tanganku yang mulai mencoba menjamah lengannya. “Enggak berani ya Mbak?”, tantangku semakin berani,”melawan anak muda?”. “Gendeng kamu… aku ini kan ibu tirimu”, katanya berdalih. “Ibu tiri yang cantik dan seksi”, puji dan rayuku. “Gombal kamu”, serunya dengan wajah agak merah pertanda rayuanku mengena. “Mbak Winda…”, aku terus berusaha,”coba bayangkan Bapak sedang ML sama Mama Lela sekarang dan sementara Mbak Winda ‘nganggur’ di sini”. “Terus?…”, pancingnya. “Ya… saya bisa memberikan sentuhan dan kepuasan yang lebih buat Mbak daripada yang diberikan Bapak…”, kataku persuatif. “Kamu sudah gila Kemal”, ibu tiriku masih nyerocos, namun tangannya kini tidak menolak ketika kupegang dan kuarahkan ke penisku yang sudah mengeras.

“Mungkin saya memang gila Mbak, tapi Bapak lebih gila, mungkin dia sekarang sedang nyedot susunya Mama Lela yang besar… atau mungkin sedang jilat-jilat memeknya”, aku terus membakar Mama Winda. “Huh… Bapakmu enggak pernah jilat memek, ngarang kamu..”, sergahnya. “Oh ya?… tapi dia pernah cerita kalau di hobby sekali menjilat memek Mama Lela..”, aku terus berbohong sementara tanganku sudah aktif menarik rok Mama Winda ke atas sehingga kini pahanya yang montok dan putih sudah terlihat dan kubelai-belai. “Kamu bohong…”, katanya pelan, suaranya sudah bercampur birahi. “Ih… bener Mbak, Bapak suka cerita yang begitu pada saya sejak saya kuliah di kedokteran”, ceritaku. “Awalnya Bapak ingin tahu apakah klitoris Mama Lela itu normal atau tidak, karena menurut Bapak, klitoris Mama Lela sebesar jari telunjuk”. Tanganku semakin jauh menjamah, sampai di selangkangannya yang ditutup celana dalam ungu. Mama Winda sedikitpun tidak memberi penolakan, bahkan matanya semakin sayu. “Stop Kemal, jangan ceritakan lagi si Lela sialan itu…,” pintanya,”Kalau tentang aku, Bapakmu cerita apa?” “Eh… maaf ya Mbak… kata Bapak, memek Mbak agak becek…”, kataku bohong,”Pernah Bapak bertanya pada saya apakah perlu dibawa ke dokter”. “Sialan Bapakmu itu… waktu itu kan cuma keputihan biasa”, sergah Mama Winda. Bagian bahwa gaun tidur putihnya sudah tersingkap semua, memperlihatkan pahanya yang montok dan putih serta gundukan selangkangannya yang tertutup kain segitiga ungu. Sungguh pemandangan indah, terlebih beberapa helai pubis (jembut) yang menyeruak di pinggiran celana dalamnya. “Hmm… coba saya cek ya

Mbak…”, kataku sembari menurunkan wajah ke selangkangannya. “Crup…”, kukecup mesra celana dalam ungu tepat di tengah gundukannya yang sudah tampak sedikit basah. Tersibak aroma khas vagina Mama Winda yang semakin membakar birahiku. Dengan sedikit tergesa aku menyibak pinggiran celana dalam ungu itu sehingga terlihatlah bibir surgawi Mama Winda yang sudah basah… dikelilingi oleh pubis yang tumbuh agak liar. “slrupp…. slrupp..”, tanpa menunggu lama aku sudah menjulurkan lidahku pada klitoris Mama Winda dan menjilatnya penuh nafsu. Mama Winda menggelinjang dan meremas kepalaku,”Kamu…kamu bandel banget Kemal….okh… okh…”. “Kenapa saya bandel Mbak… slruppp…”, tanyaku disela serangan oralku pada vagina Mama Winda.
“Okh…kamu… kamu menjilat memek ibu tirimu…Okhhh….edannn… kamu apakan itilku Kemal…??”, teriaknya ketika aku mengulum dan menyedot klitorisnya. Kini 100% aku sudah menguasai Mama Winda. Wanita itu sudah pasrah padaku, bahkan dia membantuku melucuti celana dalamnya sehingga aku semakin mudah melakukan oral seks. Sambil terus menjilat, aku memasukkan jari telunjukku ke liang vaginanya yang sudah terbuka dan basah. “Oooohh…. edannn…. enak Kemal…”, jeritnya sambil menggelinjang, menikmati jariku yang mulai keluar masuk liang vaginanya. Bahasa tubuh Mama Winda semakin menggila tatkala jari tengahku ikut ‘nimbrung’ masuk liang kenikmatannya bersama jari telunjuk. Maka tak sampai 5 menit, aku berhasil membuat ibu tiriku berteriak melepas orgasmenya.

“Okh….. edannn….aku puassss….okh…..”, tubuh Mama Winda melejat-lejat seirama pijatan dinding vaginanya pada dua jariku yang berada di dalamnya. Setelah selesai menggapai orgasmenya, bahasa tubuh Mama Winda memberi sinyal padaku untuk dipeluk. Akupun memeluk dan mencium bibirnya dengan mesra. Dia membalas ciumanku dengan penuh semangat. “Enak kan Mbak?”, tanyaku basa-basi. “He’eh…”, dia mengangguk dan terus menciumiku. “Tapi saya belum selesai periksanya lho Mbak…,” kataku manja. “He3x… kamu benar-benar calon dokter yang bandel Kemal…,” dia terkekeh senang,”Kamu mau periksa apa lagi heh?” “Periksa yang ini Mbak…”, kataku seraya meremas buah pepaya yang masih terbungkus gaun tidur dan bra. “Ohh… iya tuh… sering nyeri Dok…”, candanya,”minta diremas-remas… he3x…”.

Sejenak kemudian Mama Winda sudah melucuti gaun tidurnya dan mempersilahkanku untuk membuka bra ungunya yang tampak tak sanggup menahan besar buah dadanya. “Hmmm… slrupp… “, dengan penuh nafsu aku segera menciumi buah dada besar itu dan mengulum putingnya yang juga besar. Warna putingnya sudah gelap menghiasi buah dadanya yang masih lumayan kencang. ‘Pantas Bapak ketagihan’ pikirku sambil terus menikmati buah dada impianku itu. “Kemal….”, panggil Mama Winda mesra,”Mana kontolmu?… ayo kasih lihat ibu tirimu ini, hi3x…”. Aku segera menurut dan menanggalkan celana panjang dan sekaligus celana dalamku, memperlihatkan batang penisku yang dari tadi sudah mengeras dan mengacung ke atas. “woww… lebih besar punya kamu Mal… daripada punya Bapakmu”, puji Mama Winda seraya menggenggam penisku. Sejenak kemudian ibu tiriku sudah mengemut penisku penuh nafsu. “Weleh…. udah kedut-kedut kontolnya… minta memek ya?”candanya,” Sini… masuk memek Mama…” Mama Winda mengangkang, membuka pahanya lebar-lebar di sofa tengah, membuka jalan penisku memasuki liang surgawinya yang sudah becek. Setelah penisku melakukan penetrasi, kedua kakinya dirapatkan dan diangkat sehingga liang vaginanya terasa sempit, membuat penisku semakin ‘betah’ keluar masuk. Seperti promosinya di awal, Mama Winda mengerahkan kemampuannya melakukan kontraksi dinding vagina (kegel) sehingga penisku terasa terjepit dan terhisap, namun seperti sudah kuduga, aku bukan tipe yang mudah dikalahkan. Aku bahkan balik menyerang dengan mengusap dan memijit klitorisnya sambil terus memompa vaginanya. “Okh… kamu sudah ahli ya Kemal?…. kamu sering ngentot ya…?”, Mama Winda mulai mengelinjang-gelinjang lagi, menikmati permainan penis dan pijatan pada klitorisnya.

Semakin lama aku rasakan dinding-dinding vaginanya semakin mengeras pertanda dia sudah dengan dekat orgasme keduanya. Aku semakin mempercepat kocokan penisku pada vaginanya, berupaya meraih orgasme bersamaan. “Mbak… saya semprot di dalam ya?..” tanyaku basa-basi. “Semprot Kemal…okh… semprot aja yang banyak…okh….” Mama Winda terus mendesah-desah, wajahnya semakin mesum. Akhirnya dia kembali berteriak. “Okhhh….. ayo…. okh…. semprot Kemal… semprot memek Mama….”, jeritan jorok, wajah mesumnya dan sedotan vaginanya membuatku juga tidak tahan lagi. “Yesss…..yess….”, akupun menjerit kecil menikmati orgasmeku dengan semprotan mani yang menurutku cukup banyak ke dalam rahim Mama Winda, ibu tiriku.

Orgasme yang spektakuler itu berlangsung hampir menit dan disudahi lagi dengan pelukan dan ciuman mesra. “Terima kasih Kemal…,” katanya mesra,”Enak banget, hi3x….” “Sama-sama Mbak, nanti saya kasih obat anti hamil…”, jawabku sambil melihat lelehan maniku di vaginanya. “Hi3x… enggak apa lagi… tapi peju kami memang banyak banget nihhh…hi3x…” Mama Winda terkekeh girang melihat lelehan mani putihku di vaginanya. “Kapan-kapan pakai kondom ya…. mahasiswa kedokteran kok enggak siap kondom, hi3x….” candanya. “Yaa… saya kan alim Mbak… he3x…” “Ha3x…. bohong banget, kamu jago gitu… pasti udah sering ngentot ya?…”, tanyanya penuh keingintahuan. “Pernah sih sekali dua kali… waktu main di Jakarta…” kataku jujur sambil mengingat PSK di panti pijat yang pernah kudatangi di Jakarta.

“Jakarta?… heeee…. jangan2x… kamu…. main sama Lela sialan itu, iya???” sorot matanya berubah, agak emosi,”pantes kamu cerita buah dada Lela besar, klitorisnya juga besar… jangan2x kamu sudah main sama Lela juga ya?….” “Enggak Mbak…. bukan sama Mama Lela… sumpah!” seruku berkilah. “Awas kamu kalau main sama Lela…” serunya dengan nada cemburu. Wajahnya yang mesum tampak manja. “Saya janji tidak akan main sama Mama Lela kalau Mbak rutin kasih jatah saya…he3x….”, pintaku manja.

Mama Winda memeluk dan menciumku mesra,”Baik… kalau Bapak enggak ada, aku SMS aku ya….” “Siip… saya bawa kondom deh…he3x….” kataku girang. Kami bermesraan sampai akhirnya “on” kembali dan melanjutkan satu ronde pertempuran sebelum pergi tidur. Itu adalah pengalaman pertamaku dengan ibu tiriku, dan tentu saja bukan yang terakhir. Setiap ada waktu, Mama Winda dengan semangat mengirim SMS dan aku segera datang memenuhi hasrat binal ibu tiriku. Bahkan saking ‘ngebetnya’, pernah Mama Winda mengajak aku bertemu di luar rumah karena ada Bapak di rumah. Bagaimana kisahnya? Nantikan edisi berikutnya. Petualanganku juga tak berhenti pada Mama Winda, karena aku masih punya satu ibu tiri di Jakarta, Mama Lela, yang juga tak kalah montok dengan Mama Winda.


Tubuh Montok Mbak Ery, Kakak Iparku

Tubuh Montok Mbak Ery, Kakak Iparku,  Aku punya seorang kakak ipar, Ery Puspadewi namanya. Usianya sudah 36 tahun, lebih tua 5 tahun dari istriku.
Mbak Ery, begitu aku memanggilnya, sudah menikah dengan dua anak. Berbeda dengan istriku yang cenderung kurus, Mbak Ery berbody montok dengan dada dan pantat yang lebih besar dibanding istriku.
Rumah Mbak Ery tidak terlalu jauh dengan rumahku sehingga aku dan istriku sering berkunjung dan juga sebaliknya. Tapi aku lebih suka berkunjung ke rumahnya, karena di rumahnya, Mbak Ery biasa memakai pakaian rumah yang santai bahkan cenderung terbuka. Pernah suatu pagi aku berkunjung, dia baru saja bangun tidur dan mengenakan daster tipis tembus pandang yang menampakkan buah dada besarnya tanpa bra. Pernah juga aku suatu waktu Mbak Ery dengan santainya keluar kamar mandi dengan lilitan handuk dan tiba2x handuk itu melorot sehingga aku terpana melihat tubuh montoknya yg bugil. Sayang waktu itu ada istriku sehingga aku berlagak buang muka.
Suatu pagi di hari Minggu, aku diminta istriku mengantarkan makanan yang dibuatnya untuk keponakannya, anak-anak Mbak Ery. Tanpa pikir panjang aku langsung melajukan mobilku ke rumah Mbak Ery, kali ini sendirian saja. Dan satu hal yang membuatku semangat adalah fakta bahwa suami Mbak Ery sedang tidak ada di rumah.
Sampai di rumah Mbak Ery, semua masih tidur sehingga yang membukakan pintu adalah pembantunya. Aku masuk ke dalam rumah dan setelah yakin si pembantu naik ke kamarnya di atas, aku mulai bergerilya.
Dengan perlahan aku membuka pintu kamar Mbak Ery, dan seperti sudah kuduga, Mbak Ery tidur dengan daster tipisnya yang bagian bawahnya sudah tersingkap hingga paha dan celana dalam warna hitamnya. Aku meneguk ludah dan langsung konak melihat paha montok yang putih mulus itu, apalagi lengkap dengan CD hitam yang kontras dengan kulit putihnya.
Pagi itu aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk bisa menjajal tubuh montok kakak iparku. Tekadku sudah bulat untuk menikmati setiap lekukan tubuhnya. Setelah puas melihat pemandangan di kamar, aku kemudian menuju meja makan di mana kulihat dua gelas teh manis sudah terhidang, satu untukku dan satunya pasti untuk Mbak Ery. Dengan penuh semangat aku meneteskan cairan perangsang yang kubeli beberapa waktu lalu ke dalam teh Mbak Ery. Aku berharap wanita itu akan dipenuhi birahi sehingga tidak menolak untuk aku sentuh.
Dewi keberuntungan memang sedang memihakku pagi itu. Tak berapa lama, Mbak Ery bangun dan seperti biasa, dengan santainya dia berjalan keluar kamar masih dengan daster minim itu yang membuatku semakin tergila-gila.
"Eh, ada Farhan, udah lama?", sapanya dengan suara serak yang terdengar seksi, seseksi tubuhnya.
"Baru mbak, antar makanan buatan Rina", jawabku sambil melihat dengan jelas buah dada besarnya yang no-bra itu.
Mbak Ery memang sangat cuek, dia tidak memperdulikan mataku yang nakal memandangi buah dadanya yang menggelantung di balik daster tipisnya. Dengan gontai ia menuju meja makan dan menghirup teh yang sudah kuberikan cairan perangsang. Menurut teori, dalam waktu 5 sampai 10 menit ke depan, hormon progesteron Mbak Ery akan meningkat dan ia akan terbakar nafsu birahi.
Setelah minum teh, Mbak Ery masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, pipis dan pastinya cuci meki lah, he3x...
Keluar dari kamar mandi, wajah Mbak Ery memang sudah lebih segar. Masih dengan daster tipis yang memberikan informasi maksimal itu, dia memanggil pembantunya dan menyuruh ke pasar. Wah, tambah perfect deh, pikirku.
Setelah sedikit beraktivitas di ruang makan, ia kembali ke kamar. Pasti dia akan ganti baju pikirku. Dengan perlahan aku mengikuti di belakangnya. Dan benar juga seperti dugaanku, Mbak Ery tidak menutup dengan baik pintu kamarnya. Dia begitu cuek atau sengaja memberikanku kesempatan mengintipnya berganti baju.

Penisku semakin mengeras melihat Mbak Ery menanggalkan dasternya dan ... oh, rupanya obat perangsangku sudah mulai bekerja. Mbak Ery tampak gelisah lalu mengusap-usap selangkangannya dengan tangan. Aku seperti diberi berkah pagi itu, Mbak Ery benar2x seperti terangsang hebat. Dia dengan sedikit terburu-buru melepas CD hitamnya sehingga kini ia benar2x bugil di kamar. Kemudian kulihat ia mengusap-usap bagian meki dan sekitarnya dengan tangan. Wah... tak akan kubiarkan dia melakukan masturbasi.
Dengan semangat 45 dan penuh percaya diri, aku membuka celanaku dan membiarkan penisku yang sudah konak dari tadi mengacung bebas.
Walau dengan sedikit canggung, aku beranikan diri membuka pintu kamarnya.
"Farhan... kamu...", Mbak Ery menjerit melihat aku masuk ke kamarnya sementara dia sedang bugil dan lebih kaget lagi melihat aku tanpa celana dan mengacungkan penis ke arahnya.
"Daripada pakai tangan, pakai ini aja Mbak...", pintaku seraya memegang batang penisku.
"Gila kamu, jangan kurang ajar", sergahnya ketika aku mendekati tubuh bugilnya.
Mbak Ery menampik tanganku yang ingin menjamahnya, tapi nafsu birahi yang membakar otaknya membuatnya tak cukup tenaga untuk menolak lebih lanjut sentuhanku.
Ketika tanganku berhasil meraih buah dada dan meremasnya, dia hanya bilang "Gila kamu!", tapi tak sedikitpun menjauhkan tanganku untuk meremas-remas buah dada dan memilin puting susunya.
Aku sudah merasa di atas angin. Mbak Ery hanya bersumpah serapah, namun tubuhnya seperti pasrah. Setiap sentuhan dan remasan tanganku di tubuhnya hanya direspon dengan kata "kurang ajar" dan "gila kamu", namun aku merasa yakin dia menikmatinya.
Dugaanku betul, Mbak Ery akhirnya dengan malu2x memegang batang penisku.
"Besar banget punya kamu Farhan", serunya.
"Pingin masuk memek Mbak tuh..." jawabku.
Mbak Ery tersenyum manja,"Gila kamu!"
"Iya mbak, saya memang tergila-gila pada Mbak", rayuku sambil terus memilin puting susunya yang sudah mengeras.
Mbak Ery semakin relaks dan pasrah. Kini dengan sangat mudah aku bisa meraih daerah selangkangannya yang berbulu tipis dan mulai meraba-raba vaginanya yang ternyata sudah becek.
"Kaya'nya memeknya udah minta nih Mbak", kataku.
"Gila kamu!", entah sudah berapa kali dia mengeluarkan kata itu pagi ini.
"Nungging Mbak, saya masukin dari belakang", pintaku untuk doggy style.
Mbak Ery masih dengan sumpah serapah menuruti kemauanku. Kini pantat bahenolnya terpampang di hadapanku, pantat yang selama ini aku impikan itu akhirnya bisa kuraih dan kuremas-remas.
Dengan perlahan, aku memasukkan batang penisku ke dalam liang vaginanya. Tidak sulit tentu saja, maklum sudah punya dua anak dan memang sudah becek pula.
Maka adegan selanjutnya sudah bisa ditebak, Mbak Ery yang sudah terbakar birahi tentu saja orgasme lebih dulu akibat pompa penisku pada vaginanya.
Namun sekali lagi, pagi itu memang milikku. Meskipun sudah orgasmu, kakak iparku yang montok itu tetap penuh birahi meladeni permainanku sampai akhirnya kami merasakan orgasme secara bersama. Nikmatnya luar biasaaaa....
"Sembarangan kamu numpahin sperma di memekku ya Farhan...", jeritnya ketika aku memuncratkan spermaku ke dalam rahimnya.
"Habis memek Mbak enak sih....", seruku di telinganya. Kakak iparku hanya melejat-lejat menikmati orgasmenya juga.
Selesai orgasme, seperti sepasang kekasih, kami berciuman.
"Kamu memang gila Farhan, awas... jangan bilang siapa2x ya!", serunya perlahan.
"Ya iyalah Mbak, masa' mau cerita-cerita..", candaku. Dia pun tertawa lepas.
"Kapan-kapan lagi ya Mbak...", pintaku.
"Gila... kamu gila..." jeritnya sambil berjalan ke kamar mandi.
Aku memandang tubuh montok kakak iparku dengan senyum puas. Akhirnya tubuh impianku itu kunikmati juga.

Dan kisah selanjutnya tentu juga mudah ditebak. Setiap ada kesempatan, kami berdua mengulanginya lagi, tidak hanya di rumahnya, tapi juga di rumahku dan kadang2x untuk selingan kami janjian di luar rumah, main di mobil, pokoknya seruuuu...

TAMAT

Saat Kereta Terlambat Datang

Hampir tiga jam aku duduk duduk di peron stasiun. Suasana yang tadinya rame ketika aku masuki stasiun Tanjung Barat sudah mulai sepi. Banyak calon penumpang yang memilih pindah naik bis karena jadwal kedatangan kereta yang kacau. Dan ketika kereta menuju Bogor itu datang, banyak yang tidak bisa masuk karena penuhnya. Bahkan kereta express yang harga tiketnya hampir 10 kali lipat harga tiket kereta ekonomipun penuh dijejali penumpang.
Aku yang mulai tidak sabar mencoba untuk berdamai dengan keadaan. Karena memang kalau harus pindah naik bis berarti keluar biaya extra yang tidak sedikit. Aku pikir masih ada banyak waktu. Disamping istri tidak sedang dirumah, aku tahu kalau masih ada kereta yang bakal lewat meski jam tanganku menunjuk angka 9 lewat 25 menit.

Dan seleksi alam sepertinya berlaku, kedatangan kereta harus diadu dengan kesabaran calon penumpang. Dari puluhan calon penumpang yang nampak tiga jam yang lalu, sekarang bisa dihitung dengan jari yang tersisa. Di antara mereka aku lihat seorang wanita yang duduk gelisah. Aku mencoba tidak peduli, dan asik dengan kubus ajaib yang ingin aku taklukkan misterinya. Tapi ketika aku dengar sapanya, mau tidak mau aku harus sedikit mengalihkan perhatianku.
"Mas, sampai jam berapa ya kereta bakal datang?" tanyanya yang ternyata telah duduk di sebelahku.
"Perhitunganku masih Mba, sebab biasanya jam segini kalau jadwalnya normal masih ada satu kereta ekonomi, 2 kereta ekonomi AC dan satu Express. Sabar saja mba." Jawabku mulai menenangkan.
"Bukan begitu Mas, dengan jam segini temanku pasti sudah pulang, dan aku harus naik angkot yang belum tentu masih ada." ia mencoba menjelaskan alasan kegelisahannya.
"Lha memang teman mba ngga mau nunggu?"
"Dia balik jam sembilan dari taman topi, dan sudah jadi kesepakatan kalau aku belum sampai ya ditinggal saja."
"Yah memang pasti sudah pulang sih. Lha memang pulang ke mana kok angkutan sudah tidak ada."
"Jasinga."
Waduh.. pikirku. itu sih jauh banget, ada kemungkinan memang sudah tidak ada mobil. Kalaupun ada, untuk perempuan cantik macam dia apa aman kalau harus pulang sendirian. Jangan-jangan dikira bukan perempuan baik-baik. Dan dengan dia bertanya padaku tentunya berharap ada solusi.
"Kalau hitungan waktusih paling tidak kita sampai stasiun Bogor jam sebelas. Dan belum lagi ke arah Jasinga. Apa tidak sebaiknya mba telelepon teman mba itu untuk njemput di stasiun Bogor?"
"Tidak mungkin Mas, tidak enak aku sama istrinya. Dan lagi dia hanya tetangga, bukan saudara."
"Terus bagaimana Mba, apa nanti mba cari penginapan saja di Bogor, besok diteruskan jalan pulangnya."
"Waduh Mas, buat beli susu anakku saja susah, apalagi buat bayar penginapan."
Sudah ada anak, berarti ada suami dong. "Kenapa tidak dijemput suami Mba?"
Dia diam tak menjawab, tapi malah menundukkan mukanya.
"Eh maaf kalau saya salah ucap." Saya coba mengkoreksi.
"Tidak apa-apa Mas, saya sudah tidak ada suami. Sudah meninggal."
"Oh maaf, ikut berduka cita." Saya mencoba menghibur. Tiba-tiba saya menjadi bersimpatik, dalam usianya yang masih muda dan cantik dia harus membesarkan anaknya sendiri.
"Err... Maaf mba. Mba berharap saya menolong Mba?"
"Saya tidak berani meminta mas.."
"Begini saja mba, saya tidak mungkin mengajak mba kerumah saya. Tapi kalau mba mau, saya antar saja nanti ke rumah."
"Tapi Mas, rumah saya sangat jauh, memangnya rumah mas di mana?"
"Saya di Bojong Gede, tapi sepertinya tidak tega melihat mba ngadepin kesulitan sendirian."
"Tidak Mas, saya tidak mau merepotkan. Saya terima saja saran Mas tadi untuk mencari penginapan.
"Gak papa Mba, istri saya juga sedang tidak di rumah, jadi tidak apa-apa kalau pulang terlambat. Baiknya kita ganti saja tiketnya. Kita naik express. Terus turun di Bojong Gede. Motor saya ada di stasiun. Nanti mba saya antar ke rumah.
Si Mba hanya diam saja. Tapi bisa aku lihat rasa cemas itu sudah sedikit hilang dari wajahnya.
***
Tidak sampai satu jam, kita sudah tiba di stasiun Bojong Gede. Ada rasa cemas di hati, takut kalau ada kenalan yang melihat aku pulang dengan seorang wanita. Tapi itu segera aku kesampingkan, aku bisa berdalih kalau ini untuk menolong. Sengaja aku berlama-lama di tempat penintipan motor. Menunggu punumpang kereta express melanjutkan perjalannannya. Dan si Mba sepertinya mengerti maksudku.
"Takut ada yang lihat ya Mas?" tanyanya sambil tersenyum.
"Saya bukan orang yang terbiasa diledek karena bareng dengan wanita. Apalagi secantik mba." kilahku
"Eh mas bisa saja. Untuk perempuan yang sudah punya 2 anak saya bukan orang yang bisa dibanggakan sebagai penggoda laki-laki." jawabannya mulai menunjukkan keakaraban. Tapi bagaimanapun harus aku akui, perempuan disampingku ini sangat menggoda, dibalik balutan swetter sangat jelas body yang sempurna. Meski perkiraanku tinggi badannya tidak lebih dari 160, tapi besar badannya sangat proposional. Dengan dada yang membusung dan pantat yang berisi, mau tidak mau aku membayangkan godaan apa yang dia bawa.
"Eh ngomong-ngomong kita belum saling tahu nama kita masing-masing. Saya Listanto. Panggil saja Anto."
"Oh iya, aneh ya, sudah sejam lebih ngobrol malah gak tahu nama. Saya Nengsih. Kalau di rumah sering dipanggil Neng, tapi terserah Mas Anto saja."
Aku hanya tersenyum, namanya semanis orangnya. Dan setelah jaket dan helm aku pakai, termasuk helm cadangan yang selalu aku bawa aku serahkan ke Nengsih. Motor yang selalu menemaniku itu berjalan kearah Bogor. Aku lihat isi tangki bensinku ada setengah. Aku rasa masih cukup untuk menempuh perjalanan 50 km. Tapi untuk berjaga-jaga akan aku penuhi dulu bila ketemu pom bensin nanti.
Dingin angin malam kota Bogor membuat Nengsih meski sedikit jengah melingkarkan tangannya di pinggangku. Ah ternyata ada imbalannya pertolonganku padanya. Kehangatan pelukannya. Dan makin lama rasa jengah itu makin hilang dan tubuhnya makin rapat kepunggungku. Meski masih terhalang jaket motorku, bisa aku rasakan apa yang menempel di punggungku. Mau tidak mau, teman kecilku menggeliat.
Ketika motor yang kupadu memasuki daerah Dermaga, tiba-tiba hujan turun langsung besar. Sigap aku tepikan motorku mencari tempat berteduh di depan area kampus. Beruntung ada kios foto copy yang sudah tutup. Motor segera kuparkirkan dibawah emperan. Dan Nengsih segera turun.
"Aduh Mas, pakai acara hujan lagi. Bagaimana ini?"
"Ada jas hujan Neng, sebaiknya kamu pakai saja." Saya tidak lagi memanggilnya Mba, karena memang usaianya lebih muda dari saya dan dia hanya mau dipanggil namanya saja.
"Emang ada berapa jas hujan Mas?"
"Satu"
"Kalau satu mas saja yang pakai. Gak papa aku kehujanan. Kan dibelakang."
"Atau begini saja. Kamu pakai jaket saya, terus saya pakai jas hujan. Dan kepalamu ditutup jas hujan yang saya pakai. Bagaimana?"
"Boleh."
Aku segera membuka Jaket motorku dan menyerahkan kepadanya yang segera memakainya. Setelah aku rapi dengan jas hujan, kembali aku naiki motorku. Nengsih tidak mau ketinggalan. Segera saja dia masuk ke jas hujan yang aku pakai. Tapi rupanya Nengsih tidak penuh menutup resleting jaket yang dia pakai, sebab ketika dia menempel di punggunku segera aku rasakan kekenyalan payudaranya. Aku sedikit mendesah. Gejala apa ini.
"Neng, kenapa jaketnya tidak ditutup semua." aku mencoba bersikap sok alim.
"Gak papa mas, lebih hangat kan mas kalau begini. Bolehkan aku meluk Mas Anto."
Aku hanya diam saja. Yah siapa yang tidak bakal merasa intim. Pada saat dalam kesulitan, datang malaikat yang tidak terlihat pamrihnya datang menolong.
Bukan maksudku untuk memperlambat laju motorku untuk merasakan kemesraan seorang Nengsih lebih lama, tapi karena memang hujan yang begitu lebat menghalangi pandanganku. Dan sepertinya Nengsih mengetahui kesulitanku.
"Mas, sebaiknya berhenti saja daripada celaka nantinya."
"Tapi hari sudah malam Neng, aku takut kamu masuk angin."
"Ga papa Mas, berhenti saja."
Akhirnya aku tepikan lagi motorku. Dan perjalanan memang masih jauh. Kembali aku dapatkan tempat berteduh sebuah counter HP yang sudah tidak beraktifitas lagi.
"Ini daerah apa namanya Neng?" tanyaku.
"Cibatok Mas. Mungkin masih sekitar 25 KM lagi baru sampai Jasinga."
"Kita tunggu hujan reda atau bagaimana Neng?"
Nengsih tak menjawab, tapi aku tidak tega melihat bibirnya yang mulai biru. Segera aku dekati dia dan aku rengkuh ke pelukanku. "Maaf Neng, bukannya nyari kesempatan, tapi sepertinya kamu kedinginan."
Nengsih tidak menjawab, malah membalas pelukanku. Kembali aku rasakan hangatnya dadanya. Dan aku harus berjuang untuk tetap berlaku bisasa saja. Dan itu tidak berlaku lama. Lima belas menit kemudian hujan telah benar-benar berhanti. Segera aku lanjutkan perjalananku.
Tidak sampai 30 menit aku sudah memasuki rumah sederhana di daerah Jasinga. Nengsih mengenalkan aku kepada seorang perempuan paruh baya yang ia kenalkan sebagai ibu angkatnya sebagai malaikat penolongnya.
Karena kondisi badanku yang basah dan dingin meski aku ingin lebih lama tinggal, aku harus pamitan untuk pulang.

Tapi Nengsih mencoba menahanku. "Mas baiknya jangan pulang. Saya rebusin air saja terus Mas mandi. Pulangnya besok pagi saja. Besok libur kan Mas?"
Sebenarnya batinku bersorak. Tapi ada pertimbangan yang memaksaku harus pulang.
"Benar Nak, kalau Nak Anto pulang, sampai rumah bisa jam dua lebih. Sebaiknya menginap di sini saja. Tapi kalau Nak Anto keberatan menginap dirumah yang kecil ini hanya ini yang kami punya."
Ucapan Ibu angkat Nengsih sedikit banyak membuatku jengah. Dan sepertinya tawaran mereka bukan tawaran untuk ditolak. Baru aku mau menolak tawaran mereka tiba-tiba hujan turun lebat. Lebih lebat dari tadi.
"Ayo mas masuk saja. Nanti malah masuk angin. Kalau tidak mau menginap ya berteduhlah dulu. Nanti aku buatkan teh hangat." Nengsih memaksaku masuk sambil menyeret tanganku.
Kali ini aku tidak menolak, karena memang jaket motorku basah, sepertinya hujan kali ini tidak bersahabat karena disertai angin.
Nengsih segera masuk dan keluar lagi sambil membawa handuk yang diserahkan kepadaku yang aku terima dengan penuh terima kasih. Nengsih kemudian masuk lagi dan disusul Ibu angkatnya yang keluar sambil membawa secangkir teh hangat. Aku tak berfikir bagaimana bisa secepat itu teh yang menyegarkan badanku itu cepat terhidang.
Sambil menunggu hujan reda aku keringkan rambutku. Ah ternyata badanku terasa bau asam. Yah memang seharusnya aku sudah mandi.
Entah sedah berapa menit aku ditinggal sendiri. Setelah tadi Ibu angkat Nengsih pamit untuk pergi tidur karena besok harus berangkat ke pasar jam empat pagi.
Lamunanku dikejutkan oleh kedatangan Nengsih yang ternyata sudah membersihkan badannya. "Mas kalau mau mandi sudah aku rebuskan air, tapi maaf kamar mandinya jelek."
Aku tidak langsung menjawab, tapi terpana dengan sosok indah di depan mataku. Dalam keremangan lampu bisa aku lihat Nengsih yang segar seusai mandi dengan memakai daster tanpa lengan. Ah ada bidadari rupanya.
"Mas... Ditawari mandi kok bengong." Tegur Nengsih mengagetkan keterpanaanku.
"Eh iya, percuma kali Neng kalau mandi, aku cuci muka saja."
"Kenapa?"
"La kan habis mandi masih pakai baju ini juga."
"Er... maaf mas. Mandi saja mas. Maaf, habis mandi mas pakai sarung saja. Maaf.." kata Nengsih malu-malu.
"Kamu suruh aku pulang pakai sarung Neng?" tanyaku pura-pura bingung.
"Eh siapa yang nyuruh pulang. Mas nunggu pagi saja disini. Anak-anak sudah aku pindahin ke kamar ibu.
Sekali lagi aku hanya bisa diam. Bangkit dan mengikuti Nengsih ke kamar mandi.
Ketika Nengsih membukakan pintu kamar mandi, meski sudah menepi, pintu sempit itu tidak memberiku banyak ruang untuk dilewati. Mau tidak mau aku miringkan badanku. Celakanya itu artinya harus berhadapan dengan Nengsih yang masih berdiri di sana. Mau tidak mau dadanya bergesekan dengan dadaku. Seperti ada sengatan listrik disana. Nengsih melengos malu. Aku jengah dan salah tingkah.
"Maaf Neng." kataku lirih.
"Gak papa Mas." jawab Nengsih lirih juga.
Celakanya aku tidak segera masuk ke kamar mandi. Dan ketika Nengsih mendongak, bisa aku rasakan nafasnya lebih cepat.
"Sebaiknya Mas Anto mandi. Sarung sudah ada di kamar mandi. Nengsih menutup pintu dulu. Motornya sudah dimasukin kan Mas. Nanti istirahatnya di kamar depan." Ternyata Nengsih lebih bisa menguasai keadaan.
"Terima kasih Neng." jawabku sambil menutup pintu kamar mandi.
***

Hangat air mandi menurunkan ketegananku. Termasuk teman kecilku. Meski terasa segar aku tak mau berlama-lama di kamar mandi. Segera aku pakai sarung yang dipinjamkan Nengsih dan menuju kamar depan.
Aku terkejut, ternyata Nengsih juga terbaring di sana. Ragu-ragu aku untuk masuk kedalam kamar.
"Kenapa Mas?" tanya Nengsih melihat keraguanku.
"Eh Neng, sebaiknya aku di ruang tamu saja."
"Maaf mas, saya tidak bermaksud menjebak atau yang lain. Tapi sepertinya saya benar-benar menjadi orang yang sangat tidak tahu terima kasih kalau membiarkan Mas Anto tidur di ruang tamu, sementara hujan begitu lebat. Dingin Mas diluar."
"Tapi Neng, aku tidak enak sama Ibu, juga kalau tetangga tahu kalau aku tidur sekamar sama Nengsih. Aku hanya ingin menjaga kehormatan Nengsih."
"Terima kasih Mas, Mas Anto begitu baik. Ibu kok yang menyuruh. Dan kalau masalah tetangga, sebagai janda saya sudah kebal dengan omongan mereka Mas. Yang penting buat saya, saya tahu Mas Anto tidak bermaksud jelek."
Aku ragu-ragu, tapi melihat pandangan Nengsih yang penuh dengan permohonan, aku jadi tidak tega. Segera aku menuju balai yang tidak lebar itu. Dan Nengsih begeser memberiku ruang untuk berbaring.
Dipan kecil itu memaksa kami yang berbaring di atasnya untuk saling berhimpitan. Lengan telanjang kami saling bersentuhan. Lama kami berbaring dalam kebisuan. Dan keadaan itu sulit bagi kami untuk segera memejamkan mata.
"Mass...","Neng.." tegur kami hampir bersamaan...
"Eh Neng saja yang bicara." dapat aku rasakan ketegangan padanya. Seperti juga debaran jantungku yang semakin cepat.
"Anu.." ujar Nengsih sambil memiringkan badannya. Celakannya itu artinya lenganku harus bersentuhan dengan dadanya. Tidak seperti ketika di pintu kamar mandi tadi. Kali ini yang aku rasakan adalah daging lembut yang hanya berlapis kain dasternya. Aku benar-benar tidak tahan.
"Apa Neng...?" tanyaku dengan nada yang sudah dikuasai nafsu sambil ikut memiringkan badanku ke arahnya.
Nengsih tidak menjawat, melainkan langsung memeluk tubuhku. Segera aku cari bibirnya dan tak lama kami sudah saling mencium dengan penuh nafsu.
"Neng..., apa yang kita lakukan ini benar?" tanyaku ketika istirahan sejenak karena kehabisan nafas.
"Aku tidak tahu massss... Tapi aku menginginkan Mas..." jawab Nengsih sambil mempererat pelukannya, sementara wajahnya dibenamkan di dadaku. Mungkin karena lama tidak bersentuhan dengan lak-laki Nengsih berlaku lebih berani dan mengesampingkan resiko.
"Tapi kalau Mas tidak mau, aku juga tidak mamaksa." kata Nengsih selanjutnya.
"Maaf Neng.., sepertinya ini terlalu cepat. Bukan maksudku merendahkan Nengsih, ini karena rasa hormat saya pada Nengsih. Saya tidak ingin memanfaatkan keadaan Neng." aku mencoba berdiplomasi.
"Tidak apa-apa Mas, Nengsih ngerti. Maaf kalau Nengsih kurang ajar." Aku lihat matanya sedikit berkaca-kaca.
Aku menjadi salah tingkah. Segera aku pererat pelukanku. "Neng, aku juga menginginkannya.
Bahkan sejak kita berboncengan pas hujan di motor tadi."
"Neng ngerti kok Mas, Mas ragu karena Mas punya istri. Dan itu hak Mas. Dan itu membuat Neng makin hormat sama Mas. Mas bukan orang yang mudah tergoda, bahkan pada keadaan seperti sekarang, ketika tidak ada lagi halangan di antara kita."
"Maafkan aku Neng.." Aku bingung dengan apa yang harus aku katakan. Tapi entah kenapa, bukannya merenggangkan pelukanku, tapi malah merapatkan tubuhku. Dan Nengsihpun demikian. Sejenak kami hanya saling diam. Diam gerak, diam suara.
***
Terjebak dalam kebisuan, tubuh Nengsih beringsut merapat. Dan yang aku rasakan puncak bukit di dadanya sudah mengeras. Tak sadar aku mengusap dari luar dasternya.
"Masssss..." kembali kami terlibat saling mencium. Saling memberi.
Dan entah kapan memulainya, tangan kananku sudah parkir di dadanya. Dan Nengsihpun sudah menggenggam erat sahabat kecilku yang sudah ikut bangun dari tadi.
"Neng......, mau kita teruskan..?" tanyaku dalam guman.
"Terserah Masss......., Nengsih pasrah." jawab Nengsih sambil mendesah.
Aku mencoba membangun kembali kesadaranku. Tapi sepertinya usahaku sia-sia, sebab tak tahan aku untuk segera menindihnya.
Ketika aku lihat Nengsih sudah memejamkan matanya, tiba-tiba aku sadar dengan apa yang aku lakukan. "Neng..."
Nengsih membuka matanya, "Ada apa Mas..?"
"Ini tidak benar Neng. Maafkan aku.." ujarku sambil turun dari tubuhnya.
Setengah mati aku menahan gejolak di dada. Aku lihat Nengsih sedikit kecewa. Tapi dia pendam jua.
"Iya Mas... Nengsih ngerti. Sebaiknya tidak kita teruskan." sungguh luar biasa perempuan satu ini. Ketika nafsu ada diubun-ubunnya dia masih bisa berfikiran logis.
Aku menarik nafas lega. Meski tahu Nengsih kecewa, paling tidak pikiran sadarku membenarkan hal ini.
Aku tatap langit-langit kamar yang sebenarnya tidak bisa aku lihat jelas karena memang kamar ini diterangi hanya dengan lampu 5 watt. Fikiranku mengembara entah kemana.
"Mas.." Nengsih mencoba memecah kesunyian.
"Ya Neng?" tanyaku.
"Kenapa kita bertemu dengan status seperti sekarang ya?" tanya Nengsih menggugat.
Ketika aku lihat ke wajahnya, ada air mata yang mengalir di atas telinganya. Aku bangkit dan tengkurap disampingnya. Aku usap air matanya.
"Neng, masing-masing dari kita punya jalan sendiri-sendiri. Tidak perlu disesali. Mencobalah mengalir mengikuti arus jalan hidup kita." Aku berdiplomasi.
"Neng gak menyesal Mas. Tapi kalau hanya untuk ini, kenapa kita mesti bertemu."
"Siapa bilang hanya untuk ini Neng." kataku bergetar. Aku usap bibirnya lembut. "Meski mungkin tidak adil, aku masih ingin bertemu lagi sama Neng." egoku timbul, karena memang sesungguhnya aku tidak mau berpisah dengan wanita cantik ini.
"Maksud Mas?" Nengsih kembali melingkarkan tangannya di pinggangku.
"Kamu terlalu indah untuk disia-siakan Neng." jawabku sambil mengecup lembut bibirnya.
"Mas mencintai saya?"
"Aku tidak tahu Neng, yang jelas dekat dengamu, apalagi dalam keadaan seperti ini, jiwa kelakianku berkata bahwa kamu harus aku lindungi."
"Terima kasih Mas, sudah berterus terang. Mungkin terlalu cepat Neng bicara ini, tapi ibu tadi juga bicara bahwa Mas bukan tipe laki-laki brengsek, dan dia merestui apapun yang Mas lakukan pada saya." sungguh satu pernyataan yang emplisit.
"Dan aku tidak mau mengecewakan harapan Ibumu dengan memperlihatkan aku sebagai laki-laki brengsek Neng."
"Dan itu sudah Mas buktikan."
"Jadi?"
"Terserah Mas. Seperti Ibu, Neng juga rela apapun yang bakal berlaku terhadap Neng dari Mas." Nengsih mempererat pelukannya.
Aku cium lembut lagi bibirnya. Dan untuk sementara yang terdengar hanyalah lenguhan dan dengusan orang berpagut bibir. Teman kecilku kembali bangun. Dengan tanpa menghentikan ciumanku, tanganku membuka simpul dasternya. Dan terbuka dadanya yang membusung. Tak tahan aku bibirku pindah ke payudaranya.
"Masss..." Nengsih mendesah. "Neng pasrah Mas..."
Di remasnya rambut kepalaku. Aku asik berkecipak dengan payudaranya yang bak payudara perawan.
Ketika aku asik mencumbu perempuan indah ini, aku dengar suara pintu dibuka.
"Apa itu Neng?" tanyaku berbisik.
"Ibu ke kamar mandi. Sebentar lagi ibu harus berangkat ke Pasar." jelas Nengsih dengan suara berbisik pula.
Aku kembali ke alam sadarku. Aku hentikan sejenak aktivitasku.
"Neng, apa tidak sebaiknya aku ikut pergi bareng Ibumu? Hujan juga sudah berhenti. Tidak baik kalau aku keluar hari sudah siang dan tetangga melihat." Aku mencoba berfikir logis.
"Mas tidak mau aku layani dulu?" Nengsih tampak kecewa.
"Tapi ibumu harus berangkat."
"Kalau ibu Mas antar sampai kepasar, Ibu bisa nunggu Mas."
"Tapi sekarang ibu sudah bangun. Sepertinya tidak etis kalau ibu nungguin aku sementara kita lagi bercumbu."
Nengsih kali ini sepertinya memaksa, ditelentangkannya aku kemudian menindihku. Dia lepaskan Dasternya dengan tidak sabar. Segera di pegangnya sahabat kecilku dan diarahkan ke lobang kewanitaannya. Tak lama kemudian terasa hangat disana dan segera di gerakkan pinggulnya.
"Stop Neng." Aku memaksa menghentikan kesenangannya.
"Apa lagi Mas, waktu kita tidak banyak." tangisnya hampir meledak.
Aku tarik tubuhnya untuk tengkurap di atasku. "Tidak baik kalau terburu-buru Neng. Aku tidak ingin persetubuhan seperti ini. Aku ingin kita lalui dengan perlahan-lahan dan kita mencapainya secara bersamaan. Tidak terburu-buru seperti ini."
Nengsih mulai sesenggukan. "Tapi Mas, Nengsih sangat ingin. Tolong Nengsih Mas..."
"Nengsih harus percaya Mas. Mas janji, ini bukan yang terakhir. Nengsih tahan ya..." Sungguh mati aku pun pengin meneruskan ini. Tapi.....
"Bu.... Mas Anto katanya mau bareng.." tiba-tiba Nengsih memanggil ibunya.
Aku yakin karena dinding kamar yang terbuat dari bilik sedikit banyak Ibunya mendengar pembicaraan aku dan Nengsih meski telah dilakukan dengan berbisik.
"Masih lama ko Neng perginya. Baru jam 3. Ibu hanya pengin ke belakang saja. Habis subuh Ibu pergi."
"Begitu ya Bu, terima kasih Bu." Nengsih menjawab cerah.
"Iya Neng. Teruskan saja tidurnya. Nanti Ibu bangunin."
Sungguh satu isyarat yang bijaksana menurutku. Satu jam sudah cukup untuk bercumbu dengan penuh kasih sayang.
"Mass......" Nengsih sepertinya tidak mau menyia-nyiakan waktu yang satu jam. Kembali ia pagut bibirku. Kami berdua sudah sama-sama telanjang. Dan memang dari tadi sahabat kecilku masih bersarang di sana.
Aku mencoba mengimbangi hasratnya. Logika yang dari tadi coba aku pertahankan sudah entah aku buang kemana.
Nengsih begitu menggebu-gebu melumat bibirku disertai menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan nafasnya terdengar cepat serta tidak beraturan.
Nengsih semakin ganas saja dalam berciuman dan kadang-kadang diselingi dengan menciumi seluruh wajahku dan kugunakan kesempatan yang ada untuk melepas sarung yang menutupi tubuhku. Dengan posisi Nengsih masih tetap di atas badanku, kupeluk badan Nengsih yang kecil mungil itu rapat-rapat sambil kuciumi seluruh wajahnya, demikian juga Nengsih melakukan ciuman yang sama sambil sesekali kudengar suaranya, “aahh.., aahh.., ooh.., Maass”.
Nengsih sekarang menciumi leherku dan terus turun ke arah dadaku dan karena terasa geli dan nikmat, tidak terasa aku berdesis, “sshh.., sshh.., Neng.., sshh”. Karena gerakannya, sahabatku otomatis tercabut dari tempat dimana tadi dengan nyaman bersarang.
Nengsih meneruskan ciumannya sambil terus menuruni badanku dan ketika sampai di sekitar pusarku, dia menciuminya dengan penuh semangat dan disertai menjilatinya sehingga terasa nikmat sekali dan sahabat kecilku making semangat berdiri di bawah badan Nengsih.
“sshh.., Neng.., adduuhh.., aahh”, dan Nengsih secara perlahan-lahan terus turun dan ketika sampai di sekitar sahabat kecilku yang sudah kuyup karena sempat masuk ke sarangnya, Nengsih mengelapnya dengan daster sambil memijit daerah sekelilingnya termasuk buah salaknya sehingga rasa enaknya terasa sampai ke ubun-ubun sambil tangan kanannya memegang sahabat kecilku dan mengocoknya pelan-pelan.
“Sshh.., aahh.., aahh.., Nengsih.., oohh.”
"Masss.... Nengsih mau ini.." pintanya sambil terus memegangi sahabat kecilku.
"Bukannya tadi sempat mampir Neng." godaku
"Lagi....." Nengsih terus mengurutnya perlahan.
"Jangan dulu Neng, kita masih punya waktu lama." Segera aku balikan tubuhnya sehingga sekarang aku yang menindihnya.
"Neng, aku juga sudah tak tahan...." Mulai aku lumat lagi bibir mungilnya. Nengsih dari bawah siap menerima. Pahanya telah direnggakan lebar-lebar, dan sahabat kecilku kembali menempel di pintu sarangnya.
Nengsih mempererat pelukannya. "Mas..... "
Aku terus mencumbunya, lehernya aku ciumi dan Nengsih sepertinya sudah demikian terangsangnya. Tangannya sudah mencari-cari sahabat kecilku dan digesek-gesekan ke pintu sarangnya setelah ketemu. Tapi aku masih ingin yang lain. Payudaranya belum puas aku ciumi. Nengsih makin menjadi-jadi dibuatnya. Bahkan lenguhannya bukan lagi bisikan, tapi aku kira sudah bisa terdengan ke luar kamar.
"Neng jangan keras-keras.." aku mencoba mengingatkan.
"Iya ya Mas... Neng tidak sadar Mas... habis lama banget tidak merasakan ini." aku mencoba paham, dan mungkin bila Ibu mendengar juga paham.
"Neng, masukin ya.. aku sudah tidak tahan.." pintaku ketika merasakan Nengsih masih terus mengusap-usapkan sahabat kecilku ke pintu sarangnya.
"Iya Mas, Nengsih juga sudah kepengin.." katanya sambil ia jejalkan sahabat kecilku ke sarangnya.
Tidak seperti ketika pertama tadi, sekarang rasanya lain. Lebih nikmat dan penuh kedamaian. Tapi ketika baru setengahnya tubuh sahabat kecilku masuk ke sarangnya Nengsih menjerit agak keras. Aku terkejut dibuatnya. Terlambat untuk menutup mulutnya. "Ah.... Mas........"
"Sssttttt Neng...."
"Iya Mas, sekarang masuknya lebih dalam dari yang pertama tadi. Sakit mas...."
"Pelan-pelan sayang...."
Aku mencoba lebih perlahan lagi menekan pinggangku. Aku lihat Nengsih masih meringis karena ada yang terasa pedih. Dan ketika sahabat kecilku telah terbenam semua, sengaja aku hentikan sejenak gerakanku.
"Ah Mas... terima kasih." Nengsih berkata dengan nafas tersengal-sengal. "Rasanya sampai ke perut punya Mas masuk."
Aku hanya tersenyum. "Sudah Neng, aku gerakin ya.."
Aku belum menggerakkan sahabat kecilku rupanya Nengsih punya keahlian sendiri. Dia mempermainkan otot-otot dinding sarangnya sehingga sahabat kecilku terasa seperti terhisap-hisap dengan agak kuat.
“Yaang.., teruus.., yaang.., enaakk sekalii.., yaang”, kukatakan kenikmatanku di dekat telinganya, dan karena keenakan ini dengan tanpa sadar aku mulai menggerakkan sahabat kecilku naik turun secara pelan dan teratur, sedangkan Nengsih secara perlahan mulai memutar-mutar pinggulnya. Setiap kali penisku kutekan masuk ke dalam vaginanya, kudengar suaranya, “aahh.., sshh.., Maass.., aaccrrhh”, mungkin karena sahabat kecilku menyentuh bagian sarangnya yang paling dalam.
Karena seringnya mendengar suara ini, aku semakin terangsang dan gerakan sahabat kecilku keluar masuk sarangnya semakin cepat dan suara, “aahh.., sshh.., aahh.., oohh.., aahh” dan Nengsih semakin sering dan keras terdengar serta gerakan pinggulnya semakin cepat sehingga penisku terasa semakin nikmat dan nyaman.
Aku semakin mempercepat gerakan sahabat kecilku keluar masuk sarangnya dan tiba-tiba Nengsih melepaskan jepitan kakinya di pinggangku dan mengangkatnya lebar-lebar, dan posisi ini mempermudah gerakan sahabat kecilku keluar masuk sarangnya dan terasa sahabat kecilku dapat masuk lebih dalam lagi.
Tidak lama kemudian kurasakan pelukan Nengsih semakin kencang di punggungku dan, “aahh.., oohh.., ayoo Maass.., aahh.., akuu.., mauu.., keluaar.., aahh.., maas”.
“Tungguu.., yaang.., aahh.., kitaa.., samaa.., samaa”, sahutku sambil mempercepat lagi gerakan sahabat kecilku.
“Adduuhh.., Maas.., akuu.., nggaak.., tahaan.., Maas.., ayoo.., se..karaang.., aarrcch”, sambil kembali kedua kakinya dilingkarkan dan dijepitkan di punggungku kuat-kuat.
“Yaang.., akuu.., jugaa..”, dan terasa, “Creet.., creet.., crreett”, sahabat kecilku menumpahkan seluruh isinya ke sarangnya sambil kutekan kuat-kuat sahabat kecilku ke sarangnya.
Aku jatuhkan badanku ke tubuh hangat Nengsih. Damai sekali rasanya
Setelah nafasku agak teratur, kukatakan di dekat telinganya, “Yaang.., terima kasih.., yaang”, sambil kukecup telinganya dan Nengsih tidak menjawab atau berkata apapun dan hanya menciumi wajahku.
***
Setelah berapa lama, Nengsih bangun dan keluar kamar dengan hanya berlilit handuk. Tak berapa lama dia sudah masuk lagi sambil membawa pakaianku.
Melihat Nengsih hanya berlilit handuk, nafsuku bangkit lagi. Segera aku raih pinggangnya dan aku buka handuknya. Aku dudukan tubuh telanjang itu di pangkuanku sambil aku ciumi payudaranya.
Seperti ibu yang bijaksana Nengsih mengelus kepalaku. "Sudah Mas.. ibu sudah bangun. Baiknya siap-siap."
"Sebenarnya aku masih ingin lebih lama di tempat tidur Neng. Tapi aku selalu ingin menjaga kehormatanmu Neng."
"Terima kasih Mas, Neng juga tidak mau Mas pulang. Tapi belum waktunya Mas." Aku mengerti arti ucapannya. Nengsih pengin aku lebih serius membina hubungan dengannya.
"Nak Anto sudah siap?" tiba-tiba aku dengar suara Ibu angkat Nengsih dari luar.
"Sebentar Bu." jawab Nengsih. Dia segera turun dari pangkuanku dan menggenakan Daster. Akupun bergegas memakai pakaianku. Setelah rapi, Nengsih kembali mengajaku beradu bibir kembali. Aku melayaninya dengan penuh kasih sayang. Tidak enak ditunggu terlalu lama oleh Ibu aku segera keluar kamar.
Segera aku keluarkan motorku. Dan siap aku jalankan.
"Neng sebaiknya kamu istirahat saja hari ini. Anak-anak sudah aku masakin. Jadi tinggal ambil saja nanti." pesan Ibunya pada Nengsih.
"Iya bu, terima kasih." jawab Nengsih.
"Mas..." Nengsih berlari menghapiriku ketika aku hendak menaiki motorku.
Aku mengengok dan langsung mendapati Nengsih memelukku erat-erat sambil kembali mencium bibirku. Tak lupa tanganku dituntun ke payudaranya. Dia minta diremas.
Meski jengah karena dihadapan Ibunya aku turuti juga kemauannya. Dan dalam keremangan pagi itu kembali kami asik beradu bibir. Aku lihat Ibunya tersenyum bijak.
"Sudah Neng, Mas mu tidak bakal lama perginya." tegur ibunya. "Kalau nanti sudah tidak cape, siang nanti nyusul Ibu saja ke Pasar Neng. Anak-anak biar dititipkan ke tetangga." kembali Ibunya berpesan.
"Iya bu, Nengsih pasti menyusul." Nengsih menjawab tapi tatapannya melihat mataku.
***
Segera aku susuri jalan Jasinga menuju pasar Leuwiliyang. Beruntung belum ada tetangga yang bangun. Kerena memang udara masih terasa dingin.
Sesampainya di Pasar, sebelum ibu masuk tiba-tiba berkata padaku "Nak Anto, saya sangat berharap Nak Anto bisa membahagiakan anakku. Ibu rela kalo Nengsih cuma bisa jadi Madunya Nak Anto. Kalau nanti siang Nak Anto sempat, ibu ingin Nak Anto antar Nengsih."
"Saya tidak berani berjanji bu. Tapi saya akan tetap berusaha menjadi seperti yang ibu harapkan. Untuk nanti siang saya pasti datang."
"Iya Nak, ibu juga tahu kok apa yang berlaku semalam tadi. Ibu bisa menilai Nak Anto tidak mengedepankan Nafsu. Malah Nengsih yang meminta kan Nak? Ibu restui Nak. Tolong malam nanti bahagiakan lagi Nengsih. Ibu sangat menyayanginya Nak."
Aku hanya bisa mengangguk, sambil terbayang semalaman bakal bisa mencurahkan kasih sayangku pada bidadari kaki gunung salak tersebut.
"Saya pergi dulu Bu." Pamitku menyongsong matahari kota Bogor. Aku memang tidak perlu mencari alasan kemana hendak pergi nanti malam. Karena memang istri masih di kampung. Yang aku fikirkan adalah akan aku bawa kemana Nengsih nanti malam.



Tumbal Pesugihan

Tumbal PesugihanKeinginan manusia memang tidak ada batasnya. Ketika satu keinginan terpenuhi keinginan lain bermunculan. Terkadang manusia cenderung menggunakan hawa nafsunya dibanding dengan logika.

----
Hermanto, seorang pengusaha yang cukup sukses. Bukan hanya secara finansial namun juga dalam urusan rumah tangga. Genap di usianya yang memasuki 50 tahun. Hermanto dianugerahi kekayaan dan juga istri serta seorang anak gadis yang cantik. Siapa sangka di balik kekayaannya Hermanto memiliki sebuah rahasia dimana tidak ada seorang pun yang tahu.

Ternyata kekayaan yang didapat Hermanto selama ini bukan hasil jerih payah dia sendiri. Semua merupakan hasil dari pesugihan yang di peroleh dengan bersekutu dengan makhluk ghaib penghuni pesisir laut selatan. Syarat pesugihan yang dilakukan oleh Hermanto bukanlah sesuatu yang mudah karena tiap malam 1 Suro, Hermanto harus mencari tumbal gadis perawan berusia 17 tahun. Bukan hal yang sulit mencari gadis perawan usia 17 tahun. Namun, adalah persyaratan lainnya, yaitu harus lahir di malam selasa kliwon.

3 hari lagi Hermanto harus memberikan tumbal kepada penghuni pesisir laut selatan. Berulang kali Hermanto sudah diingatkan oleh suara ghaib untuk segera memberikan tumbal. Malam itu, Hermanto semakin gelisah, istrinya sudah terlelap di sampingnya sementara dia masih gelisah memikirkan dirinya belum mendapat tumbal untuk persembahan penghuni laut selatan. Dalam 2 hari dia harus mendapatkan tumbal kalau tidak semua kekayaannya akan diambil kembali oleh penghuni laut selatan.

Kepalanya berpikir dengan keras. Sudah sebulan ini dia mencari tumbal yang sesuai dengan kriteria namun sayang hingga mendekati harinya Hermanto masih belum menemukan tumbal yang sesuai. Akhirnya karena memang sudah lelah dan capai Hermanto pun terlelap. Dalam tidurnya Hermanto bertemu dengan sosok bayangan hitam yang mengingatkannya untuk tidak lupa pada janjinya.

“Hermanto! Ingat, sebentar lagi aku menagih janjimu. Tumbal untukku! Ingatlah darimana kekayaanmu!”

--

Pagi harinya Hermanto masih cukup gelisah. Pikirannya kacau tinggal 2 hari dan 1 malam lagi tumbal harus dia peroleh. Ketika Reni putrinya berpamitan berangkat sekolah, Hermanto sesaat menatap anak gadisnya itu. Ya benar Reni lahir selasa kliwon dan kini usianya sudah genap 17 tahun. Terjadi konflik batin dalam diri Hermanto. Apakah dia harus mengorbankan anak gadisnya sendiri. Pikiran itu berkecamuk dalam pikirannya. Reni anak gadisnya memang bisa dikatakan sebagai gadis yang seksi di usianya yang baru masuk 17 tahun payudara Reni ditaksir berukuran 34B, pinggul ramping dan body bak gitar spanyol, ditunjang tinggi badan 165cm dan berat 45kg, menjadikan tubuh Reni benar-benar sempurna.

“Loh Pa, kok malah bengong?”tanya Reni.

“Oh..gapapa kok Ren...”jawab Hermanto.

“Reni pamit yah Pa.”Sambil mencium tangan Ayahnya.

Gadis Remaja itu segera melangkah keluar. Dari belakang Hermanto hanya dapat memandangi anak gadisnya yang mulai tumbuh menjadi wanita dewasa. Dalam balutan rok abu-abu Hermanto dapat melihat bokong seksi putrinya sendiri. Ada rasa sesal, juga rasa bersalah. Seakan Hermanto melakukan dosa besar.
Hari itu, Hermanto menyuruh beberapa orang anak buahnya mencari tumbal sesuai dengan kriteria. Namun, hingga malam tiba hasil yang diperoleh masih juga nihil. Malam itu, akhirnya Hermanto benar-benar menyerah mencari tumbal. Sudah cukup lama dia mencari tumbal namun hasil pencariannya sia-sia. Hanya Reni, Reni putrinya yang dapat di korbankan.

“Ting ting ting.”Jam berbunyi menandakan jam 12 malam. Hermanto masih terjaga. Dirinya segera beranjak ke kamar putrinya Reni. Hermanto sempat terkejut melihat gaun tidur putrinya Reni begitu tipis dan menerawang menampakkan lekukan-lekukan tubuh seorang remaja yang sedang mekar siap dipetik. Hermanto duduk di pinggir ranjang putrinya Reni, ditatapnya wajah putrinya sambil membelai rambutnya. Ditatapnya lekat-lekat putrinya yang mulai mekar, payudara yang sudah membukit indah, pinggul yang ramping, bokong yang membulat seksi.

“Reni maafkan Papa.”Hermanto berkata dalam hati.
Dari saku bajunya, Hermanto mengeluarkan sapu tangan dan sebotol obat bius. Kemudian Sapu tangan itu dia bekapkan ke mulut anak gadisnya. Reni sempat meronta, namun kesadarannya perlahan menghilang dan semakin gelap.

--

Reni mulai memperoleh kesadarannya entah sudah berapa lama dia tertidur. Ketika dia coba menggerakkan badannya rupa-rupanya tangan dan kaki Reni telah terikat di ranjang di sebuah kamar yang dinding-dindingnya dilapisi kain hitam begitu juga seluruh ornamen di ruang itu serba hitam dan hanya diterangi cahaya lilin. Pakaian Reni sudah berubah kini tubuhnya dibalut baju pengantin model kemben dengan panjang selutut berwarna putih. Gaun itu tidak mampu menyembunyikan kemolekan tubuhnya, bahkan payudara Reni nampak membusung lebih besar. Sementara ditengah ruangan itu nampak asap mengepul. Kamar itu dipenuhi aroma kemenyan dibakar. Reni mencoba berteriak minta tolong, namun berulang kali dia melakukannya hasilnya sia-sia. Tubuhnya lemas tidak berdaya, perasaan takut, cemas dan gelisah campur aduk dalam benak Reni. Apa yang akan terjadi padanya.

“Ceklek!”pintu kamar itu terbuka.

Sepintas Reni melihat Papanya masuk ke dalam ruangan itu hanya mengenakan kain cawat berwarna putih menutup selangkangannya. Nampak, tubuh tua yang masih menyisakan kegagahan. Pintu kamar itu pun tertutup lagi. Hermanto segera menuju ke tempat pembakaran menyan. Reni tidak hanya diam berulang kali Reni memanggil-manggil papanya.

“Papa,papa,papa lepasin Reni Pa!”Berulang-ulang Reni berteriak ke papanya namun sia-sia. Entah Papanya sengaja tidak mendengar atau memang sengaja mengabaikannya. Reni terus berusaha mencoba melepas ikatannya, namun sia-sia hasilnya nol. Justru, pemandangan yang ada di depan Reni membuat Reni tidak mengerti. Papanya seoalh-olah menyembah-nyembah di depan pembakaran kemenyan.

“Pa, papa.”Reni masih terus memanggil-manggil Papanya.

Cukup lama Reni memanggil-manggil papanya namun Hermanto tetap khusyuk dengan ritualnya. Sejenak Hermanto bangun dari tempatnya dan menuju ke ranjang dimana Reni diikat dengan membawa sebuah cangkir. Tanpa berkata, Hermanto memaksa Reni meminum habis air dalam cangkir itu.

“Uhuk...”Reni tersedak.

“Pa, lepasin Reni Pa.”Reni menggeliat-liat meronta.

Hermanto tetap diam dan hanya memandangi Reni. Rontaan Reni justru membuat Reni semakin kelihatan menggoda. Rok gaun pengantin itu tersibak menampilkan kemulusan paha Reni. Meski kamar yangitu hanya diterangi dengan lilin namun sangat jelas sekali keseksian tubuh Remaja bernama Reni.
Beberapa saat kemudian Reni menjadi tenang. Hermanto kembali ke pembakaran kemenyan duduk bersila dan menyembah-nyembah sesuatu. Kemudian dengan tenang Hermanto melepas ikatan tangan dan kaki Reni. Tidak ada lagi Rontaan ataupun perlawanan. Reni sepenuhnya pasrah. Tubuhnya kini telentang di ranjang itu. Hermanto kemudian menaiki tubuh Reni.

Dengan lembut Hermanto kemudian mencumbu Reni. Reni tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya dia hanya pasrah ketika Papanya mencumbui dirinya. Bahkan ketika Papanya mencium bibirnya Reni membalas ciuman itu, lidah keduanya pun saling beradu saling hisap. Reni hanya merasa tubuhnya panas, terbakar birahi, entah minuman apa yang tadi dia minum. Jelas memberi efek seperti itu. Nampak, di ranjang dalam keremangan cahaya lilin dua insan sedang bergulat dalam balutan nafsu. Hermanto menjilati kuping Reni, sesekali memasukkan lidah panasnya ke dalam lubang telinga Reni. Reni kegelian dan hanya mendesah-desah tidak karuan.

“Ssss........ah.....Ssss....”desah Reni.

Hermanto semakin gencar melakukan serangan kini leher Reni tidak luptu pula dari jilatan dan hisapan bibirnya. Reni menggelengkan kepalanya kiri kanan menikmati permainan lidah papanya sendiri. Kedua tangan Hermanto meremasi payudara Reni. Reni semain mendesah tidak karuan.

“Sssss...ss..ss.s.s.s.s.s.s...s.ss..hh”desah Reni sementara tangan Reni memegangi kepala Hermanto.

Penis Hermanto sudah mengeras sempurna. Beberapa kali penis yang masih terbungkus cawat itu menggesek-gesek vagina Reni yang masih tertutup gaun pengantinnya. Reni dapat merasakan betapa kerasnya benda itu.

“Bret!”Gaun pengantin itu ditarik dengan buas oleh Hermanto dengan buas. Kini nampak dua buah payudara segar, dengan puting susu berwarna kecoklatan dan baru tumbuh.

“Cup”bibir Hermanto segera mencaplok payudara kanan Reni sambil meramas kedua payudara itu. Hermanto melakukan secara bergantian. Terkadang puting susu Reni digigit Hermanto.

“Shsssh...ssssshhh...sh....”Reni semakin mendesah tidak karuan.
Vagina Reni sudah mulai basah, Reni merasa lubang kewanitaanya sudah semakin banjir. Puas memainkan kedua payudara Reni, Hermanto membuka lebar kedua paha Reni, kini terpampanglah pangkal paha Reni yang masih tertutup celana dalam, nampak jelas tercetak basah disana. Sekali tarik celana dalam itu pun sobek tak berbentuk. Hermanto segera mengarahkan mulutnya ke liang senggama Reni.

“Ah........ah.....”Reni semakin tidak karuan tangannya menjambak apa saja di sekitarnya. Ranjang itu kini benar-benar berantakan. Sama seperti Reni, yang sudah terbuka payudara dan vaginanya. Hermanto masih asyik menghisapi vagina Reni.

“Ah.....ah....”Reni mendesah tidak karuan.
Tangan Reni memagang erat kepala Hermanto dan tidak berapa lama kemudian Reni merasa akan ada sesuatu yang keluar. Pahanya menegang, sekujur tubuhnya pun demikian.

“Ahhhhhhhhhhhh......................”Reni mendesah panjang. Tubuhnya mengejang. Cairan kewanitaan Reni dihisap dengan Rakus oleh Hermanto sampai kering.
Tubuh Reni benar-benar lemas, seluruh badannya dipenuhi keringat. Gaun pengantin itu pun masih menempel di pinggang Reni, nampak tidak karuan.
Hermanto segera melepas cawatnya dan segera menaiki lagi tubuh Reni. Kali ini, Hermanto menempatkan penisnya tepat di pangkal paha Reni. Tepat di bibir vagina Reni. Reni menatap sayu Papanya, seakan meminta untuk segera dimasuki. Setengah jongkok Hermanto mengarahkan kepala penisnya ke dalam lubang vagina Reni. Dengan dipandu tangan kanannya, Hermanto mengarahkan penisnya ke dalam lubang senggama anak gadisnya. Sekali gagal. Kedua kalinya Penis itu sudah di telan bibir vagina Reni. Pelan dan pasti Hermanto memaju-mundurkan pinggulnya hingga penisnya tertelan semakin dalam. Hermanto merasakan ada yang menghalangi penisnya masuk lebih dalam. Kemudian dengan sekali dorongan keras.

“Bles!”Penis Hermanto telah merangsek sempuran di dalam tubuh Reni.

“Engh.......”Reni meringis tertahan ketika selaput daranya terobek penis Papanya.
Darah segar mengalir dari sela-sela bibir vagina reni bercampur dengan cairan kewanitaannya. Dengan tempo konstan dan stabil Hermanto memacu tubuh anak gadisnya.

“Ah...ah...ah...ah....”Reni mendesah-desah seiring genjotan Papanya di atas tubuhnya.

“Ah....en...nyak.....ah.....shsshshsh.....”Reni semakin mendesah tidak karuan.

Reni benar-benar terhanyut dalam permainan birahi Papanya. Reni tidak sadar dirinya hanya menjadi tumbal untuk kekayaan Papanya. Kedua ayah dan anak itu
semakin terbuai dengan panasnya nafsu.

“Ah....ah....ah....”Reni terus mendesah tidak karuan.

“Plop...”bunyi penis Hrmanto terlepas dari lubang senggama Reni.

Tubuh telentang Reni kemudian di miringkan oleh Hermanto. Hermanto kemudian berbaring dibelakang Reni kemudian Hermanto mengarahkan Penisnya ke lubang
vagina Reni dari samping.

“Bles!”Penis itu amblas ke dalam lubang vagina Reni.

“Plok...plok..”bunyi pinggul beradu.

“Ah...ah...ah...”Reni mendesah-desah untuk kesekian kalinya.

Hermanto masih saja belum puas. Tanpa melepas penisnya, ditelungkapkan tubuh Reni kemudian dengan penuh semangat Hermanto kembali memacu penisnya di dalam vagina Reni. Kini nampak seorang yang sudah setengah baya sedang menyetubuhi seorang remaja. Tidak lama Reni merasakan vaginanya berdenyut-denyut rupanya Reni akan segera mencapai klimaksnya. Sedetik kemudian lahar panas dari dalam vagina Reni, menggenangi penis Hermanto yang masih asyik menjajah lubang
vaginanya. Sejenak Hermanto menghujamkan penisnya dalam-dalam menghentikan gerakannya membiarkan Reni menikmati momen itu.

“Ah.......................”Reni melenguh panjang menikmati orgasmenya.

Hermanto kemudian menggenjot lagi vagina Reni, genjotan Hermanto semakin lama semain tidak terkendali. Semakin cepat dan semakin cepat. Reni merasa dnding vaginanya ngilu mendapat serangan cepat seperti itu.

Tidak berapa lama Hermanto menekan penisnya dalam hingga mentok dan kemudian.

“Crot...crot...crot....”sperma Hermanto memenuhi sekuruh Rahim anak gadisnya Reni. Tubuh Hernato kemudian ambruk menindih tubuh Reni. Keduanya akhirnya terlelap. Entah apa yang akan terjadi esok.


Antara Nafsu dan Kasihan

Antara Nafsu dan KasihanPerkenalkan nama saya Rizky, nama istri saya Linda, tinggal di kota S di pulau Surga Lendir kata orang2. Saya tinggal di kost”an yang kumpulannya keluarga aja semua.sengaja saya milih kost2 an karena selain kerja saya yang gak pasti kapan akan dipindahnya juga karena disana berkumpul keluarga2 yang punya anak!!yang saya pikir nanti bisa jadi temen main anak saya!! oh iya saya sudah punya anak satu!! dimana keluarga kami termasuk keluarga idaman di kos2an tersebut!!ya jarang berantem lah katanya, yang anaknya cantik banget lah ato apalah!! yang pasti saya mencintai anak dan istri saya lebih dari apapun!!. namun ada kejadian yang sampai saat ini masih terngiang dalam benak saya!! kejadian ini terjadi beberapa bulan yang lalu dimana saat itu mw masuk bulan puasa!!Karena memang kampung halaman saya dan istri saya jauh!! makanya jauh hari sebelum lebaran saya antar istri pulang duluan ke kampung halaman!!meski dalam hati gak rela karena jatah ranjang jadinya hilang sampe setelah lebaran!!

Suatu hari pas saya sendiri di kostan lagi nonton tv malem2 sambil ngebayangin ngelonin istri (onani!!huff) eh ada suara rame didepan kosan!!yang gak bikin kaget sich “ehm berantem lagi tu tetangga” pikir gue dalam hati!! oh iya tetangga saya itu namanya iwan dan istrinya Nathalie (nama samaran). Memang tetangga saya yang satu ini sering berantem!!dan yang anehnya gak pernah ngerasa malu ma tetangga2!! kalo berantem hebat kadang sampe teriak2 gitu dah!!huff ilang ni horny!!!” kampret” runtuk saya dalam hati. pas saya intip dari jendela, eh mereka berantem di teras rumah. mana sampe istrinya dipukuli lagi!! huff jadi iba sendiri saya melihat nya!!pikir2 kok segitunya suami tega ma istrinya!!eh aneh nya pas habis mukulin istrinya dia langsung ngeloyor aja naek motor langsung pergi!! ” ini bisa gak pulang sampe pagi ni” batin saya. ya karena mereka itu memang orang asli daerah sini!! cuma dulu alasannya mereka kos karena gak enak sama orang tua kalo tinggal serumah!!ya bisa jadi alasan juga kalo berantem gini biar gak malu kali ya!!hehehehe…
Nah ngelihat istri nya masih duduk sambil menangis sejadinya!! saya merasa iba sekali!!pengen bantuin tapi itu urusan keluarga mereka!! tapi tengok kanan kiri eh tetangga yang laen juga gak ada!! ” kan mereka pulang semua ke kampung halaman” pikir saya!!waduh kasihan juga!! memang waktu itu para tetangga dah pada pulang kampung karena pengen puasa awal di kampung katanya!!tinggal saya sama tetangga ni dah yang notabene mereka kan orang lokal!!hehehe… “dag dig dug” ni hati karena pengen bantuin tapi takut ntar ditolak atau malah ganti kena marah karena imbasnya!! haduh akhirnya saya beranikan diri keluar sambil nenteng rokok ma korek!! pura2nya mw ngerokok!! hehehe…pas didepan pintu eh dia nya kaget ngelihat saya keluar trus sambil nunduk malu mungkin.

Saya beraniin aja buat nanya!!
“Mbak gak papa?” kata saya ”Gak papa mas!!” kata Nathalie ”dah biasa kok” lanjutnya.
“kalo buat saya itu gak biasa mah” kata saya ”biasa si Iwan kalo marah mang gitu kok mas!!ujung2 nya pasti mukul! katanya ”waduh gak kasihan apa ya istri sendiri dipukulin?” kata saya dia cuma tersenyum saja!!!sampe agak lama sekitar 5 menitan diem, saya buka percakapan lagi biar gak canggung ”memang cowok tu gitu mbak!!kalo waktu pacaran ni, cewek nya kesandung, pasti bilang “gak papa sayang? sakit? kurang ajar ni!!sapa yang naruh batu ditengah jalan gini!!coba kalo dah nikah istrinya kesandung!! eh gimana si jalan?? mata tu taruh dimana??” canda saya sambil senyum2 dia bilang “mang mas Rizky juga gitu ke mbak Linda?” jawabnya ”hehehe…gak dunk mbak!!gak tega” kata saya ”ehm kan kalo cowok tu gitu kalo maunya udah dapet gak mikir lagi sama istri!! katanya setengah serius setengah bercanda.

Sekilas saya lihat sepertinya amarah ma sedihnya sudah agak mereda. terlihat dia sudah mau ngomong dan agak ngajak bercanda langsung saja saya jawab “iya tu mbak!!malah kata bos saya di kantor tu gini” ”semua cewek tu sebenernya rasanya sama aja! gak yang cantik gak yang biasa!! kalo dah diranjang!! dah ditidurin!! ya habis itu rasanya pengen nendang ja!!” celoteh saya!! Dia ketawa kecil, untung nya padahal saya mikir tu moment gak pas kalo saya bercanda gitu!!huff untung nya dia gak tersinggung!! pas dia ketawa, eh ada suara hp, SMS, “mungkin dari suaminya kali ya!!” batin saya.

Yang pasti setelah sms tu dibaca raut muka mbak Nathalie kembali tegang!! ”siapa mbak?” tanyaku ”si Iwan mas!!bilang gak pulang katanya malem ini!! ”lah si mbak sendirian dunk?” walah ”iya biasanya juga gini mas!!pasti kalo gak tidur dirumah ibunya ya ke tempat temennya” lanjutnya sambil menghela napas panjang ”kok gitu mbak?lah mbak nya tu kasihan pipinya agak lebam!!” kata saya sambil saya tunjuk pipinya dia!!! sekilas memang terlihat biru lebam pada pipi mbak Nathalie ”bentar mbak saya ada es batu buat ngompres pipinya” kataku sambil ngeloyor masuk ambil es!! dia diam saja.

Saya ambil es dan kain kompres sekalian saya hidupin kompor masak air hangat buat bikin teh hangat atau kopi buat meredakan amarah dia!! hehehe…dari sini masih gak ada pikiran aneh ni!!cuma iba dan kasihan saja!!
“Masuk mbak!! sini!!” kata saya mempersilahkan masuk ke ruang depan dia masih malu, sambil cengar cengir saja!!
“udah masuk aja gak papa!!daripada besok pagi tu pipi lebam kayak disengat tawon” canda saya ”gak enak mas ma tetangga!! lagian saya sungkan sama mbak Linda” jawabnya ”kan tetangga pada pulang!!lagian juga ngapain sungkan sama Linda kayak
mau rebut suaminya ja!!lagian Linda kan lagi gak ada” canda saya lagi dia senyum sambil masuk ke ruang depan!!

“Mbak mau teh atau kopi?” tawar saya ”kopi gak papa mas biar gak ngantuk!” katanya ”mau ronda keliling kamana mbak kok gak ngantuk?” canda saya memang di lingkungan ini saya dikenal suka bercanda!!maksud hati sih buat akrab ma tetangga!! hehehe ”mas Rizky ni bisa ja!!kan saya lagi sedih mas!!gak pengen tidur!! pengen begadang ja sampe pagi!!mang Iwan ja yang bisa begadang!!” jawabnya ”ya dah kalo gitu saya temenin dah gak tidur!! biar Ronda bareng!!hahaha” canda saya ngawur sambil menghampiri bawa kain kompres sama 2 cangkir kopi..

”Sini biar saya bantu ngompres pipinya mbak!!” tawar saya sambil langsung nempelin kain langsung ke pipinya. sejenak dia meringis menahan perih pas saya seka pipinya!! ”maaf mbak ya kalo boleh saya tanya!!mang kenapa mbak tadi berantem??” tanya saya langsung ”ehm ehm!!malu mas kalo cerita!!!” sambil dia senyum2 ”malu kenapa mbak? udah cerita aja biar pikirannya plong!!siapa tahu saya bisa bantu!!! desak saya sambil bercanda nah pas nyeka pipinya untuk kesekian kali ini baru saya merasa kali mbak Nathalie ini lumayan cantik, dengan rambut agak keriting dan bibir agak tebal seksi “persis kayak bibir Linda” batin saya. yang saya tahu bibir gini ni enak banget buat ngisepin kontol uhg tebal banget!! jadi horny inget istri lagi ni!!! pas lihat lehernya eh kok ada luka kayak tergores gitu!! saya beranikan ngompres sambil tanya
“mbak ni kenapa lehernya kok luka?” tanya saya ”kena cincinnya Iwan kali mas!” katanya ”anu mas!tapi jangan ketawa ya” katanya

“Kenapa mbak?” tanya saya ”Si Iwan tu kan dah 3 malem ni gak pulang! dia begadang aja!! saya ditinggal dirumah ibunya mas!!pas sekarang dah balik ke kos eh dia malah di telp sama temennya katanya kumpul2 lagi. kan saya jengkel masa saya ditinggal lagi. mana sekarang saya sendiri di kosan kan! pas itu saya agak ngelarang dia eh dia nya malah bentak saya!!saya emosi saya bilang mau milih istri ato temen gitu!! eh saya malah dipukuli mas!! katanya kembali sedih
“wah mungkin mbak nya terlalu keras ngasih tau!!lagian juga kan dia ma temen2 nya!!gak selingkuh kan??” bela saya sambil bercanda ”iya si mas kayaknya, tapi saya kan istrinya, saya pengen dimanja, pengen ditemenin malem2!!” katanya ”pengen dikelonin ya mbak??” canda saya, dia ketawa ”iya gitu mas!!!masa saya gak diurus 1 minggu ni!saya gak disentuh sama sekali!!” katanya agak terbuka ”oh masalah itu tho!!kalo itu saya gak bisa bantu mbak!! hehehe…” kata saya “ih mas ni bercanda aja!!” katanya sambil ngangkat cangkir kopi..

Entah berapa lama saya ngompres pipi ma leher mbak Nathalie sambil ngobrol dari tadi masih saja saya terus kompres tu leher!!entah juga apa karena malem2 dan saya berpikir yang aneh2!! tapi yang lebih aneh pas saya lirik agak kebawah dari leher kok kayaknya ada yang mencuri keluar dari bajunya!!yang baru saya sadari itu adalah puting susunya!!”waduh gak pake BH ni mbak ni!!”batin saya ya waktu itu mbak Nathalie cuma pake baju tidur model kaos ma celana dengan kaos lengan pendek dan juga celananya!!!baru saya sadar paha tu ada didepan saya! dada itu didepan saya!! leher jenjang itu ada di tangan saya!!huff!!!pikiran aneh menjalar!!!mbak Nathalie tetangga saya, sedang didepan saya malem ini, dirumah saya, yang katanya juga belum dijamah 1 minggu ini. haduh apa ini????? “gendeng asem, kupret” teriak saya dalam hati.

Namun yang gak bisa saya pungkiri . hati dengan kontol saya ini gak mau kompromi!! perasaan saya kecut eh malah kontol saya melecut!!!waduh. mana saya gak pernah pake cd kalo tidur cuma pake celana kolor pendek!!ASEM!!!! huff!!!kagetnya waktu pas Mbak Nathalie ngomong!! ’gimana mas ya!!saya kan pengen hidup normal kayak mas Rizky ma mBak Linda!!’katanya ’lah mang kenapa dengan saya ma Linda mbak??’ tanya saya bingung ’iya kan mbak Linda tu enak gak pernah dipukuli ma mas Rizky, lagi juga kebutuhannya terpenuhi terus’ katanya ’heh?? kata siapa mbak? kebutuhan yang mana ni?sama aja mungkin!!

tapi memang saya gak pernah suka mukul cewek’ jawab saya ’ya kebutuhan yang malem2!!hehehe…’ katanya ’malah kadang bukan malem aja!! siang juga kadang dapet!! enak banget tu!!’ lanjutnya ’darimana mbak tahu??’ tanya saya curiga ’lah kan kedengeran!!! kadang mbak Linda suara nya agak kenceng sampe kedengeran saya yang lagi ngerumpi ma mbak2 yang laen!!” lanjutnya sambil senyum2 ”waduh!!!jadi kedengeran tho?? jadi malu ni” jawab saya, memang untuk urusan yang 1 ini saya gak bisa ditolerir!! kalo lagi pengen entah itu siang, pagi, sore , malem kadang subuh juga harus keluar!! kadang istri lagi tidur aja saya tubruk aja biar dia kaget!!hehehe… ntar kalo dia mau marah tinggal saya bilang “kejutan” hehehehe……

“Udah mas gak usah malu! mbak Linda juga kalo lagi ngumpul2 bareng kita suka ngomong kalo mas nya maen seruduk ja!! lagian juga normal kok mas!!hehehe”katanya ”kalo itu si gak normal mbak!!kadang saya takut Linda marah kalo langsung saya tusuk!!hehehe… lah mang Mas Iwan nya gak gitu tha mbak??” balas saya agak nyerempet ”gak tau mas kalo Iwan!!kadang males ma dia!!saya udah naek eh dia dapet sms, eh malah baca sms ma bales sms an!!! aneh!! makanya tadi saya suruh pilih mau milih istri apa temen2 gitu!!” jawabnya kesel ”waduh mungkin dia pengen lebih dari mbak!!” tebak saya ”iya itu mas!!dia kan suka nonton Film Bokep yang orang barat tu mas!! dia bilang kalo ceweknya cantik lah, pirang lah, trus susunya gede lah!!” jawabnya ”lah masa punya mbak kurang gede??” tanya saya spontan ”gak tau kurang katanya!!” jawab mbak Nathalie ”waduh!!padahal punya mbak lebih besar dari punya Linda mbak!!” jawab saya keceplosan!! ”darimana mas tau??” tanyanya curiga

“anu mbak!! yang dulu mbak tu keluar ma Linda!!!Linda tu pamitnya mw beli daleman katanya!! pas dia pulang saya cek kok ukurannya 34C kan punya dia cuma 34 B!!!eh pas gitu dia bingung katanya ketuker kali ma punya mbak!!”jawab saya malu ”ih mas Rizky ni genit suka ngintip BH orang” katanya sambil nyubit tangan saya ”waduh mbak say ndak berani lho mbak!! waktu itu aja karena ketuker!! maaf ya mbak!!”jawab saya malu.

Tiba2 kok ada lagi pikiran ngeres saya!! pengen mancing siapa tahu ni mbak Nathalie mau bobo2 sama saya~!!hahahahaha…. Setan tertawa langsung saja saya tanya “mbak mang cewek tu suka gimana si kalo lagi ngesex gitu???” pancing saya eh dia kaget juga!! tapi masih aja sempet dia ngejawab!!! “kalo itu si tiap cewek beda2 mas!! kalo saya si suka dielus, dimanja, dikasih kata2 manis gitu mas!!” jawabnya tanpa malu lagi entah dorongan napsu apa setan yang pasti napsu setan saya beranikan pegang leher mbak Nathalie yang tergores tadi!!! sambil saya bilang “iya nih mbak mas Iwan kok tega2 nya bikin luka ni leher mulus!!!” antara takut ama napsu gue beranikan tu lari ke tengkuk!! eh dia malah ngejawab “untung cuma lehernya yang luka mas bukan yang laen!!” jawabnya sambil cengengesan!! wah angin segar ni batin saya!!!
langsung aja saya agak bisikin dia!!bilang “mbak lihat mbak gini, saya jadi inget Linda” ”ih mas Rizky nih napsu ya???” katanya “udah ah dah malem ni!!gak enak ma orang kalo tahu saya lama disni malem2 mas!!!Makasih ya mas!!” katanya sambil berdiri dan ngeloyor pergi!! ”mbak mbak!!!kok pergi??” sambil saya pegang tangannya!!eh dia malah terus jalan!!!saya gak enak hati ma gak enak kontol nih ni!!!udah niat jelek harus tuntas batin saya.Eh malah Mbak Nathalie terus jalan.

Langsung saja saya peluk dari belakang!!saya ciumi tengkuknya sambil tangan kanan saya agak meraba dadanya dari luar!!yang ada dipikiran saya cuma biar ancur2 sekalian dah!!takutnya dia ngomong sama istri saya jadinya runyam!!sekalian saya hajar aja biar runyam sekalian!!! eh tanpa diduga malah dia berbalik menghadap saya!!!
“sabar mas!!saya gak mau pulang kok!!saya cuma mau nutup pintu, gak enak kalo orang ngelihat kita berdua gini, sama2 napsu lagi!!” katanya.. jeder geledek serasa menyambar pikiran saya!!! anjrit ternyata mbak Nathalie mau juga!!hehehe…asem!!. langsung saja saya cium buas bibir nya yang tebal itu sambil mendorongnya perlahan agar sekalian nutup pintu!!!pintu tertutup langsung saya kunci, saya tarik kuncinya dan saya buang ke kasur lipat depan tv!! ”mbak kalo mau keluar dari sini ada syaratnya lho!!” kata saya ”mbak nafkahin saya dulu ato kalo gak mbak ambil kuncinya di kasur tu! gimana??” lanjut saya ”biar orang bilang kalo saya nyulik mbak ato gimana!!mau gak mau mbak saya perkosa gimana??”canda saya ”saya rela diculik mas! saya rela diperkosa mas Rizky!! lagian sama aja saya ambil kunci tu dikasur juga ntar ngangkang dulu kan buat mas Rizky” jawabnya sambil langsung menyerbu bibir saya tangan saya gak mau kalah!!diserbu bibir saya remas2 pelan dadanya!!dada ketiga yang pernah saya sentuh setelah ibu, dan istri saya!! “ehm” lenguhnya!sambil terus lidahnya mencari lidah saya!! Saya raba pantatnya yang sebenernya kurang berisi dengan tangan kanan saya, “masih bohai pantat Linda!!” batin saya. langsung saya angkat badannya!!saya bopong sambil masih terus saja berciuman !!!

Saya rebahkan Mbak Nathalie di kasur!!saya cium pelan pipinya yang masih lebam itu!!saya terus kan ketelinga, leher, perlahan menyisir ke atas dadanya!!sengaja saya gak buka bajunya!!saya ingin bermain2 dengan nafsunya dulu!!agar Mbak Nathalie tahu!!saya adalah pria yang lebih baik dari suami nya!! perlahan jilat puting dari luar kaosnya!!! terlihat Mbak Nathalie blingsatan menahan nafsu sambil tangannya meringsek ke bawah berharap menemukan kontol saya!!saya tuntun tangganya!!agar menemukan kontol saya!!diremas pelan!!agak dikocok dari luar celana pendek saya!!!terasa nikmat tapi agak sakit karena celana saya lama terasa panas menggesek permukaan kontol!! ”mas buka baju saya mas!!telanjangi saya mas!!perkosa saya mas!!!”iba nya.

Kembali saya pagut bibir nya!!!”sabar ya mbak” ”agh” katanya!!!langsung dia dorong saya hingga saya jatuh terduduk!! dilepaskan sendiri bajunya, dan celananya, dan oh!!CDnya dia pake CD cuma kayak tali rafia!!waduh!!gak muat tu CD nutup bulunya yang lebat!! pelan2 dia pelorotin CD nya dan “Slup” dileparkannya CD tu ke wajah saya. Langsung dia duduk dia atas pangkuan saya!!menciumi bibir, telinga lalu leher saya!! berkata “saya dah siapin ini semua buat Iwan mas!!! tapi dia gak mau!! buat mas Rizky aja saya rela kok!! daripada basi”katanya!! omongannya menaikkan tensi napsu saya!! langsung saja saya tarik kepalanya, saya cium muka bibirnya!! sambil tangan saya meremas kuat kedua susu nya!!!

Kali ini ciuman saya turun ke leher jenjangnya, menuju dada nya yang sudah siap untuk dibasahi ludah saya!!tapi kali ini saya hanya bermain diseputaran susunya saja!!tapi menyentuh sedikitpun puting!!!pelan saya putar lidah saya mengelilingi areola putingnya pelan dengan kedua tangan saya meremas kuat susunya yang lebih besar sedikit dari si Linda!! akh Linda!!aku sudah lupa dia, sekarang sudah ada penggantinya!! cukup semalam saja batin saya biar saya lupa sama Linda semalam saja!!! biar saya nikmati ini neraka saya!!! tanpa Linda!!! kini tangan kiri saya dituntun Mbak Nathalie menuju kelebatan hutan rimbanya!!!huff!!basah!!basah!!basah!!! sangat basah!! pelan saya kuak rimba itu!!mencari goa pembawa basah, yang nantinya saya sumpal dengan tongkat saya lagi!!agar lebih basah!!hehehe….ini dia bibir vaginanya!!!perlahan saya elus lembut permukaan vaginanya!! dan tak dapat saya kira!!baru saya elus untuk yang beberapa kalinya Mbak Nathalie sudah menegang dan kemudian terkulai lemas!!semakin banyak cairan merembet ke hutannya!!! huff mbak!! “bisa 5x saya buat ko ni” pikir saya!! Mbak Nathalie melemas!!ciumannya melemah!!! tapi saya gak mau berhenti disitu!!!langsung saya korek bibir vaginanya! saya cari kacangnya perlahan!! hingga ketemu!!wow besar sekali kacangnya!!!pasti napsunya besar sekali!!!saya permainkan kacang nya pelan!! dia kembali mendesah ”ough mas, curang Mas Rizky ni katanya, saya udah banjir mas Rizky masih masih pake baju, lengkap lagi!! gak mau apa ya perkosa saya??” rengek nya manja.

Tidak saya gubris bisikannya tetap saya permainkan hingga selang beberapa menit kembali mbak Nathalie kelojotan kali ini agak agak keras merangkul saya hingga saya gak bisa bernafas ditekan susu besarnya itu!! oh!! hingga akhirnya kembali lemas!!ugh katanya!!!tapi kali ini berbeda dari yang pertama!!! Mbak Nathalie langsung semangat melucuti kaos saya dan berdiri mau mengangkat saya agar juga berdiri!!! saya turuti kemauannya!!langsung ditarik celana saya sambil dia berjongkok didepannya!!! ups!!!kontol saya menegak di mukanya!!! langsung diserbu habis!!!dijilat, dicium, dan agak diremas biji pelernya!!ügh nikmat sekali! “saya bales sekarang” katanya sambil terus menjilati kontol saya. akhirnya dimasukkan kontol saya kemulutnya!!agak sesak ugh!!!enak banget ni batin saya!!! disedot2 kontol saya!!ehm memang tidak salah tu bibir tebal anget, enak banget kayak di vacum cleaner aja ni mani saya!!!mau meledak keluar!!agh gak bisa gini ni!!! langsung saya tarik wajahnya menjauh dari kontol saya!!!langsung saya jongkrokin tubuh nya ke kasur!!!saya jongkok dan mengangkat kedua kakinya agar tertekuk!! ”asik udah mulai ni” katanya!!! ”eits!! gak juga” kata saya lansung membenamkan muka saya ke rimbunan jembutnya!!! ” aduh mas udah mas!!!jangan digituin!!saya pengen langsung ditusuk mas!!! katanya!! tak lagi saya hiraukan perkatannya saya jilat kacangnya!! hingga mbak Nathalie mengangkat pantatnya!!dan kedua tangan saya meraih gunung kembar nya!! tak lagi ada protes yang ada hanya rintihan dan erangan!!! sampai dia kembali mengangkat tinggi pantatnya!!!dan muka saya terbanjiri cairan vaginanya!!!ugh masih banyak juga!!!
Mbak Nathalie Tak mampu bergerak lagi!!hanya diam dan menikmati sisa2 orgasme nya!!! saya berinisiatif ke belakang!!mengambil air putih buat dia minum!!!saya kasih gelas minum ke dia!! dihabiskan sekali tenggak!! wow!!!mungkin haus banget kali ya??hehehehe….saya rebahan disampingnya!! sambil memeluknya dari samping ”mbak mang gak papa kalo saya ngentot mbak?” tanya saya bodoh langsung mbak Nathalie berbalik menghadap saya dan menampar pipi saya!!! ”mas pikir saya marah setelah saya diginiin ma mas?kenapa gak tanya itu dari awal ja kalo gini hah??” marahnya langsung dia menaiki saya!!! diatas saya mengarahkan barang kontol saya ke dalam lubang surga nya!!! ”kalo mas gak berani kurang ajar sama saya, mending saya aja yang kurang ajar sama mas Rizky” katanya ”slep” masuk juga setengah batang saya!! ditekan keras pantat Mbak Nathalie hingga “bles” kita sama2 melenguh!!! ” Mas Rizky puas? sekarang dah terlajur masuk kan? biar saya kurang ajarin mas Rizky terus!!” katanya ”anjrit masih nafsu aja mbak ini” batin saya terus dipompa kontol saya dari atas!!!”slep slep slep” ugh nikmat nya !!! NIKMAT BANGET NI MEmeK !!!LEBIH NIKMAT DARI si Linda ni !! genjotan mbak Nathalie tambah lama bukannnya tambah pelah malah sekamin beringas!! ”ahg ahg mas saya mau keluar lagi mas mas tolong mas” katanya,

Langsung saya saya pegang pinggang mbak Nathalie dan saya bantu genjot kontol saya dari bawah “agh agh mas” serasa dijepit keras kontol saya dan mbak Nathalie Ambruk di tubuh saya!!! dan saya?? saya gak terima!!!lah kontol saya masih tegang!!langsung ja mbak Nathalie saya rebahin disamping saya!!!saya tusuk tajam kontol saya!!! gak peduli dia masih orgasme ato apa!! saya tusuk brutal ja tu meki!!!sampe dia kembali terangsang!!! bibirnya monyong mengejar bibir saya!!!ehm!!!gak terasa dah 20 menit saya diatas nya!!saya dah gak nahan!!!seperti kesurupan dia menggelinjang lagi!!!lah kok mau keluar lagi hingga akhirnya dia bilang ”Mas saya gak tahan mas sabar mbak kita bareng ya” kata saya. agak konsen saya genjot kontol saya di meki nya terus hingga ada cairan yang mau meledak di ujung helm!!!”ugh” langsung saya tingkatin genjotan saya lebih cepat!! dan akhirnya mbak Nathalie tak kuasa membendung orgasmenyalebih dulu dah crott croot keluar semua tabungan mani saya ke dalam rahimnya!!!”anjrit serasa diperes ni kontol”batin saya. saya terkulai lemas!!!dan menciumi nya!!! “mkasih mbak ya!!” kata saya ”saya yang makasih banget mas” katanya!!!

Ugh nikmatnya ni tetangga jadi pengen terus2!! eh lihat jam dah jam 3 pagi!!! wedew saya inisiatif tidur lah!!!meski masih naik gara2 lihat puting yang belum terjamah tu!!! Tapi sejak saat itu. hubungan saya dengan Nathalie terus berlanjut walaupun tidak berani terang2an di depan umum.



Waktu